Cardiology Emergency
dr. Nahar Taufiq,
Sp.JP
oleh : yuan’s !nk
Cardiac
emergency adalah kondisi emergensi yang muncul akibat adanya masalah pada
jantung. Ada banyak masalah jantung yang menimbulkan kondisi emergensi seperti
: acute coronary syndrome, cardiac arrest, cardiogenic shock, acute pulmonary edema, cardiac
dysrhyrmias, aortic disection, acute valve
insuffisiency, crisis
hypertension, trauma, dsb. Kondisi emergensi yang timbul
bisa merupakan akibat langsung masalah jantung seperti gagal sirkulasi dan bisa
juga merupakan akibat tidak langsung seperti munculnya edema paru akut yang
menimbulkan gagal ventilasi.
Akut
pulmonary edema sendiri bisa disebabkan oleh masalah kardiak maupun nonkardiak.
Untuk edema paru akut yang disebabkan oleh masalah jantung, lebih sering
dikenal sebagai acute on chronic heart failure. Edema paru kardiak terjadi
sebagai efek dari masalah utama pada jantung. Sebagai contoh adanya mitral
stenosis mambuat darah atrium sinistra susah masuk ke ventrikel sinistra. Dengan
begitu tekanan intra-vena pulmonalis meningkat sehingga plasma darah bocor pada
kapiler paru dan terjadilah edema paru akut. Kondisi ini hanya terjadi jika
masalah jantungnya sudah ada pada level yang tidak biasa (sudah masuk chronic
heart failure).
Kelas2
gagal jantung menurut NYHA (New York Heart Association) ada 4 kelas :
·
Kelas
I: tidak ada pembatasan kegiatan, tidak ada gejala dari aktivitas biasa.
·
Kelas
II: pembatasan kegiatan sedikit/ringan; pasien nyaman pada saat istirahat atau
dengan tenaga ringan.
·
Kelas
III: pembatasan aktivitas apapun, pasien nyaman hanya pada istirahat.
·
Kelas
IV: setiap aktivitas fisik membawa pada ketidaknyamanan dan gejala terjadi saat
istirahat.
Setiap
kali ada perburukan, kondisi gagal jantung dari kelas berapapun dapat langsung
jatuh ke kelas 4. Untuk pemeriksaannya tetap lakukan pengecekan kondisi
kongesti/edema paru juga. Jika kejadian edema paru akut ini disertai dengan
tanda klinis berupa tekanan darah sistolik <90 mmHg dan sudah diterapi
dengan agen inotropik >30 menit tapi tekanan darah sistolknya tetap <90
mmHg, maka disebutnya syok kardiogenik.
Dari
banyak kasus di emergensi, kasus terbanyak yang terjadi adalah acute coronary
syndrome/ACS (>50%) baru disusul oleh heart acute on chronic heart
failure/heart failure cardiogenik dan cardiac disrythmia/aritmia. Tapi kondisi
yang paling gawat adalah cardiac arrest yang harus segera ditolong dalam
hitungan detik sampai menit dan semua kondisi kegawatan jantung akan berakhir
dengan cardiac arrest ini.
Akut
koroner sindrom sudah pernah dipelajari di blok 3.2., jadi sekarang tinggal
review dikit aja ya. ACS ditandai dengan gejala berupa chest pain yang khas.
Chest pain/angina pectoris sendiri bisa dibedakan menjadi stable angina
pectoris dan unstable angina pectoris.
·
Stable
angina pectoris à rasa nyeri di dada yang muncul
setelah beraktifitas berat dan menghilang setelah istirahat. Angina ini tidak
termasuk ACS
·
Unstable
angina pectoris à rasa nyeri dada khas yang muncul
setelah berakifitas dan tidak membaik dengan istirahat.
Rasa nyeri dada khas pada ACS adalah
rasa nyeri yang sangat seperti ditindih, terbakar, kram, perih dan menyebar ke rahang,
leher, punggung serta lengan kiri dan disertai keluhan sistemik eg. vomit, keringat
dingin/diaphoresis à benar-benar keringat dingin (bukan
merasa dingin) dan pasien benar-benar sampai ganti baju.
Selain
unstable angina, spectrum ACS juga memuat kondisi myocard infark baik STEMI
maupun NSTEMI.
·
STEMI
(ST Elevation Myocard Infarct) à nyeri dada khas >20 menit disertai dengan peningkatan cardiac
enzyme & adanya gambaran ST elevasi pada EKG
·
NSTEMI
(Non-ST Elevation Myocard Infarct) à nyeri dada khas >20 menit disertai dengan
peningkatan cardiac enzyme dan tanpa gambaran ST elevasi pada EKG
Contoh kasus ni. Seorang laki-laki 55
tahun datang ke emergensi dengan keluhan sakit dada. Pasien tersebut memiliki
penyakit diabetes mellitus dan kebiasaan merokok. Apa yang harus dilakukan
dokter?
à anamnesis cepat : onset, tipe,
presipitasi pain dll. Cari tahu sakit dada kardiovaskuler atau
nonkardiovaskuler. Kalau tipe kardiovaskuler cari tahu cardiac (eg. angina) atau
vaskuler (eg. aortic dissetion). Misalkan pasien menderita chest pain tipe
angina. Dokter harus berpikir angina yang mana? stabil ato tidak stabil? Kalau
angina tidak stabil, tipe yang khas infark ato sekadar tidak stabil saja. Kalau
ternyata infark, apakah STEMI atau NSTEMI. Dan proses anamnesis ini harus sudah
tuntas dalam 10 menit.
à pemeriksaan vital sign langsung
lakukan EKG. EKG bukan alat diagnostic untuk STEMI tapi perlu dilakukan EKG
serial atau monitoring segmen ST pada pasien dengan sangkaan STEMI. EKG ini
sangat membantu sebagai alat deteksi dini dan harus diterima dokter dalam 10
menit kedatangan pasien STEMI.
Misalkan pada pasien tadi didapati
STEMI daerah anterior, BP 110/70 mmHg, nadi 100x/menit, RR 18x/menit, dan hasil
pemeriksaan fisik lainnya normal. Saturasi oksigen dari pulse oximertry adalah
96%. Trs apa yang dilakukan berikutnya?
à langsung lakukan tindakan (MONA_CO =
morfin, oksigen, nitrat/nitrogliserin, aspirin, clopidogrel) baru dilakukan
pemeriksaan laboratorium/lainnya. Tidak perlu menunggu hasil lab karena sudah
cukup jelas dari gejala & EKG.
1. Berikan oksigen kalau saturasi
<94% atau pada saturasi >94% dengan distress respirasi (takipneu dsb)
2. aspirin (antiplatelet) &
clopidogrel
3. nitrogliserin. Perhatikan tekanan
darah sistolik harus >90mmHg, tidak ada bradikardi, dan tidak mengkonsumsi
sidenafil dalam 24 jam terakhir karena akan terjadi potensiasi terhadap nitrat
yang menyebabkan takanan darah menjadi drop.
4. kalo masih chest pain baru berikan
morfin.
à ambil darah untuk dilakukan cek lab.
Pilihan obat untuk terapinya, berbeda
antara kelompok STEMI dan NSTEMI sebab kondisi patofisiologi yang terjadi juga
berbeda.
·
STEMI
à terjadi clot thrombus yang menutup
vasa coronaria secara total (total oklusi) di a. koroner à tidak ada aliran darah à iskemi à infark
Pikirkan cara
untuk melakukan reperfusi untuk membuka clot thrombus penyumbat tersebut. Cara
reperfusi ada 2 macam yaitu :
-
menggunakan
agen trombolitik/fibrinolitik
istilah yang tepat adalah fibrinolitik sebab agen tersebut memecah
ikatan benang-benang fibrin yang mengikat thrombus. Setalah benang fibrin
terurai, thrombus-trombus kecil tetap ada tapi akan terbawa mengikuti arus
aliran darah. Syarat pemberian agen fibrinolitik ini adalah tidak ada
kontraindikasi sebab fibrinolitik mengganggu cascade koagulasi yang bisa
mengakibatkan perdarahan tidak berhenti.
-
secara
mekanik dengan CABG (coronary artery bypass graft) atau dengan stent
·
NSTEMI
à cek cardiac marker untuk membedakan
UAP atau NSTEMI. Diagnosisnya kemudian menjadi unstable angina pectoris dengan
diferensial diagnosisnya NSTEMI
-
Manajemen
awalnya sama seperti STEMI mulai dari oksigenasi dan seterusnya. Yang berbeda
adalah agen farmakologis yang dipakai. Pada NSTEMI à oklusi a. coronaria terjadi secara
parsial sehingga masih ada aliran darah ke distal. Jadi tidak perlu dilakukan
pemberian fibrinolitik sebab risikonya terlalu besar. Yang diberikan adakag
agen antikoagulan untuk mencegak koagulasi berlanjut. Agen antikoagulan yang
bisa dipakai adalah heparin
Hampir semua kegawatan kardiovasa
kalau tidak ditangani sempurna, pasien bisa jatuh ke kondisi cardiac arrest.
Kasus 2.
Pasien nyeri dada khas infark, BP
110/70 mmHg, nadi 100x/menit, RR 18x/menit, pulse oximetry 96%, EKG ada ST
elevasi. Sudah dilakukan terapi awal dengan pemberian fibrinolitik tapi justru
terjadi kejang tonik klonik terus pasien diams aja. Apa yang harus dilakukan
dokter?
Guideline AHA 2005 à Airway Breathing Circulation (ABC)
Guideline AHA 2010 à Circulation Airway Breathing (CAB)
1. cek respon pasien sambil menilai pernafasan
apakah ada atau tidak. Menurut guideline sekarang, tidak perlu cek airway (head
tilt chin lift, look listen feel) tapi cukup dinilai ada atau tidak nafasnya,
lalu semisal ada nafas, normal atau tidak nafas tersebut. Jika tampak abnormal
(agonal, gasping, atau beda dengan pernafasan normal) langsung aktifkan emergency
system yang ada dengan memanggil bantuan. Penolong tidak mugkin bekerja sendiri.
Minta orang lain mengambilkan AED (automated electrical device)/defibrilator.
AED biasanya ditempel di dinding ditutup kaca dan ditandai dengan warna oranye.
Tapi di Indonesia belum ada fasilitas seperti ini. Baru ada di Bandara
Internasional Sukarno-Hatta sama di Ngurah Rai-Bali
2. cek pulse dalam waktu <10 detik.
Jika penolong adalah orang awam dan kurang terlatih, tidak perlu dilakukan
pengecekan pulse ini sebab memperlama penundaan CPR. Tapi untuk tenaga medis
dan terlatih, harus bisa melakukan pengecekan nadi ini. Jika ditemukan nadi
negative, langsung lakukan CPR 30x terus rescue breath 2x. siklus ini diulang
sampai AED/defibrillator/alat yang bisa menganalisa ritme datang. Kalau masih lama
datangnya, teruskan CPR-rescue breath 30:2 sampe 5 siklus baru diteruskan recek
pulse. Kalau masih negative, ulangi siklus lagi sampai pengecekan nadi
digantikan oleh alat analisa ritme.
Untuk lebih mudahnya, ikuti saja
algoritma berikut.
3. defibrillator/AED datang. Buka. Ambil
paddle nya. Buka plastic penutupnya. Tempelkan 1 paddle di apex dan 1 lainnya
kira-kira di sternum lateral kanan atas (white to the right, red to the ribs).
Waktu menempelkan ini, CPR tetep dilakukan. Nyalakan AED dengan menekan tombol
TURN ON kemudian mesinnya akan mengatakan “Stop CPR”. “Don’t touch the patient”.
AED akan manganalisa irama apakah shockable atau tidak. Kalau tidak, AED akan
mengatakan untuk melanjutkan CPR à “start CPR”. Kalau shockable, AED mengatakan
“give shock”. Tekan tombol pada paddle untuk mengeluarkan energy.
·
Irama
shockable : ventrikel fibrilasi (VF), ventrikel takikardi tanpa nadi (pulseless
VT)
·
Irama
unshockable : asistol, pulseless electrical activity (PEA)
Jika yang datang adalah defibrillator,
lakukan analisa dengan defibrilator. Pasang lead defib saat CPR masih
dilakukan. Turn On monitor. Setelah 5 siklus CPR, stop CPR, baca irama EKG di
monitor secara manual. Keterampilan dokter untuk membaca EKG diperlukan di
sini. Tentukan apakah irama shockable atau tidak. Jika tidak, lakukan CPR. Jika
shockable, charge kira-kira 3 menit. Selama charging ini, pasien tetap
diberikan CPR. Untuk energy yang dihantarkan, pilih 360 Joule jika monofasik
atau 200 Joule kalau bifasik. Setelah charging selesai, stop CPR. Katakan “I’m
clear” dan pastikan diri kita tidak menyentuk pasien. Lalu “you clear” pastikan
tudak ada orang lain yang menyentuk pasien. Terakhir katakana “everybody clear”
dan pastikan sekali lagi tidak ada samasekali yang menyentuk pasien. Lalu
pencet tombol shock. Setelah itu, lanjutkan CPR. Jadi jangan hilangkan
kesempatan pasien untuk mendapatkan kompresi sirkulasi.
Ingat !! yang langsung diberikan shock
adalah irama VT pulseless. Jadi, semisal irama VT ditemukan, cek dulu apakah
ada pulse atau tidak. Kalau ada, tinggal CPR saja tidak perlu shock.
Jadi, tujuan utama resusitasi adalah :
1. return of spontaneous circulation
(ROSC)
2. oplimalkan sirkulasi
3. cegah agar tidak kembali ke kardiak
arrest
alhamdulillah
fin 11 10 18 18 05
Tidak ada komentar:
Posting Komentar