Catatan Kuliah
“ fractures and dislocations ”
dr. Puntodewo, M.Kes., Sp.OT., FISC
Oleh : yuan’s !nk
Sistem musculoskeletal memuat tulang, sendi dan otot beserta struktur penghubungnya yaitu tendo (otot-tulang) dan ligament (tulang-tulang). Sistem ini merupakan 70% keseluruhan tubuh yang cukup sering mengalami masalah baik berupa nyeri ataupun disabilitas. Kebanyakan injuri system muskuloskeletal terjadi akibat trauma fisik yang menyebabkan trauma jaringan lunak, rupture tendo dan ligamen, ataupun sampai fraktur tulang.
Penyebab trauma musculoskeletal
· kecelakaan kendaraan bermotor
Hal ini terjadi akibat meningkatnya jumlah kendaraan bermotor dan kecepatan kendaraan tersebut tapi tidak disertai perbaikan system lalu lintas dan kehati-hatian pengendara. Trauma lalulintas ini banyak terjadi pada laki-laki muda usia <45 tahun.
· kecelakaan olahraga
kecelakaan olah raga banyak terjadi pada anak dan dewasa muda. Sebanyak 80% kecelakaan olahraga disebabkan oleh football, basket, baseball dan soccer. Kebanyakan injuri yang terjadi adalah strain dan sprain atau bahkan sampai fraktur.
· kecelakaan rumah tangga
kecelakaan rumah tangga banyak terjadi pada anak dan dewasa tua. Kasusnya dapat berupa jatuh, terpeleset dll. Bahkan, terdapat data bahwa 30% dewasa tua usia >65 tahun mengalami jatuh setidaknya sekali dalam setahun. Pada usia tua, terdapat factor pendukung untuk jatuh seperti masalah penglihatan, pendengaran dan keseimbangan. Selain itu terdapat proses degenerative pada semua organ tubuh termasuk musculoskeletal.
· kecelakaan kerja
kecelakaan kerja dapat bermacam-macam wujudnya seperti jatuh, terjepit, dll. Namun kecelakaan kerja ini mulai dapat berkurang seiring makin ketatnya prosedur keselamatan kerja yang diterapkan dilingkungan kerja seperti penggunaan alat pelindung diri (helm, masker, kacamata dll) sampai penggunaan alat kerja yang aman dan pelatihan keterampilan kerja yang lebih baik.
Injuri sistem muskuloskeletal dapat dibedakan menjadi 2 menurut onsetnya yaitu :
v injuri akut à terjadi akibat trauma tiba-tiba yang terjadi pada jaringan lunak (kontusio, strain, sprain) dan tulang (fraktur)
v injuri kronis/overuse à terjadi akibat penggunaan berlebih seperti stress fisiologis berulang atau high level yang terjadi tanpa disertai waktu recoveri yang mencukupi (e.g. tennis elbow).
Spektrum injuri sistem musculoskeletal meliputi injuri jaringan lunak dan injuri tulang
Ø kontusio otot
Kontusio = injuri jaringan lunak (otot, tendo, dll) akibat trauma langsung (biasanya benturan dengan benda keras). Kontusio biasa disebut memar / bruise dengan kulit area kontusio masih intak. Awalnya area luka mengalami ekimosis (bisa hitam atau biru) karena perdarahan lokal, selanjutnya terjadi perubahan warna secara gradual menjadi cokelat lalu kuning dan akhirnya direabsorbsi darah. Jika area perdarahan lokal ini cukup luas, bisa disebut hematoma. Hematoma disertai nyeri akibat akumulasi darah yang menekan akhiran syaraf. Nyeri ini semakin parah bila dilakukan gerakan. Hematom disertai adanya drainase akibat peningkatan tekanan sedangkan kontusio tidak.
Injuri pada kulit berupa robekan disebut laserasi. Keparahan laserasi berdasarkan pada kedalaman robekan dan adanya kontaminasi.
Prinsip penanganan kontusio dan hematoma adalah dengan metode RICE
R à rest à istirahatkan area injuri (mempercepat penyembuhan)
I à ice à berikan es/pendingin (agar vasokonstriksi à kurangi perdarahan & radang)
C à compress à berikan penekanan (untuk menghindari pembengkakan)
E à elevate à tinggikan area injuri (mengurangi aliran darah à kurangi radang)
Jika injuri sudah membiru, maka ice (pemberian es) digantikan dengan air hangat. Hal ini dimaksudkan untuk membuat vasodilatasi guna membuang debris-debris bekas proses radang yang terjadi.
Ø strain dan sprain
Strain dan sprain merupakan injuri muskulotendinosa atau injuri sendi. Sendi adalah bagian paling lemah system skeletal. Area sendi biasanya hanya ditopang oleh ligament (jaringan ikat kolagen antar tulang) dan tendo (jaringan ikat padat dari otot ke tulang).
Strain = injuri peregangan pada otot atau unit muskulotendinosa akibat overload mekanis. Yang dimaksud overload mekanis ini adalah seperti kontraksi berlebih atau peregangan berlebih. Strain disertai adanya nyeri, kekakuan dan bengkak. Lokasi yang sering mengalami strain adalah lower back, spina region servikal, siku, dan bahu.
Sprain = injuri ligament pada area persendian dengan nyeri dan bengkak yang sembuhnya lebih lama daripada strain. Penyebabnya adalah gerakan abnormal berlebih pada persendian. Ligament bisa mangalami robelan inkomplet dan bisa juga komplet (ruptur). Tanda sprain adalah adanya nyeri, bengkak cepat, heat, disabilitas, diskolorisasi, dan keterbatasan gerak. Sprain paling sering terjadi pada ankle (sisi lateral), siku (sisi ulnar) atau lutut (lig. collateral & cruciata anterior) yang terpuntir tiba-tiba.
Prinsip penanganan sprain dan strain pada dasarnya sama dengan penanganan kontusio dan hematom yaitu dengan menggunakan prinsip RICE.
Ø fraktur terbuka dan tertutup
fraktur = suatu bentuk diskontinuitas / terputusnya hubungan struktur tulang. Fraktur merupakan lesi tulang yang paling sering terjadi.
Klasifikasi fraktur :
Berdasarkan penyebabnya :
· fraktur traumatik à karena trauma
o direk à fraktur terjadi langsung pada area yang mengalami trauma. Contoh : antebrakhii dipakai menahan pukulan lawan sehingga terjadi fraktur corpus ulna
o indirek à fraktur terjadi di area lain setelah gaya trauma dihantarkan melalui tulang. Contoh : jatuh dengan lengan lurus menumpu sehingga terjadi fraktur clavikula.
Gaya pada trauma dapat berupa :
o gaya berputar / twisting à terjadi puntiran / rotasi berbeda arah antara ujung proksimal dan distal tulang
o gaya pembengkokan / bending à adanya gaya yang mengangulasikan tulang
o gaya kompresi à karena penekanan (e.g. fraktur vertebra karena terjepit vertebra diatas dan dibawahnya)
o gaya tarikan à karena tarikan otot berlebih à avulsion fracture (e.g. fraktur patella karena kontraksi berlebih m. quadriceps femoris)
· fraktur fatik / stress à karena trauma kronis / berulang sehingga tulang tsb menjadi lemah (e.g. fraktur fibula pada atlet)
· fraktur patologis à karena proses patologis yang membuat tulang menjadi rapuh
o general = osteoporosis, penyakit Paget, metastasis kanker ke tulang
o lokal = tumor, infeksi, kista pada tulang
Berdasarkan garis frakturnya :
· fraktur transversal à karena gaya angulasi/bending. Periosteum sobek pada salah satu sisi sehingga terjadi buttonhole. Untuk mereposisi, dilakukan penambahan angulasi sampai 90° untuk menghilangkan buttonhole terus baru diluruskandan dipasang alat fiksasi (e.g. gip) di 3 tempat / three-point fixation. Adanya beban longitudinal akan mendekatkan fragmen tulang.
· fraktur oblik à terjasi karena beban aksial yang dihantarkan pada sudut 30° terhadap sumbu tulang. Periosteum sober dan ffragmen tulang tidak stabil. Reposisi dilakukan dengan melakukan traksi/penarikan yang dilanjutkan dengan fiksasi. Beban longitudinal akan menggeser fragmen.
· fraktur spiral à karena gaya memutar/twisting. Periosteum masih ututh sehingga tulang menjadi stabil. Fiksasi dilakukan dengan mencegah terjadinya rotasi tulang tsb dengan crack-handle cast. Beban longitudinal bisa menggeser fragmen tulang.
· fraktur butterfly à karena trauma beban aksial + angulasi. Trauma pukulan bisa menimbulkan fraktur butterfly pada sisi yang terkena. Periosteum robek pada sisi yang tidak terkena pukulan. Fraktur butterfly tidak stabil sehingga butuh fiksasi dengan gaya distraksi tapi kalau frakturnya kecil, cukup dengan metode three-point pressure.
· fraktur komplit à garis fraktur membagi tulang menjadi 2 fragmen
· fraktur inkomplet à garis fraktur tidak membagi tulang menjadi 2 fragmen à greenstick (fraktur pada tulang panjang anak; karena masih elastis, fraktur masih terbungkus periosteum)
· fraktur segmental à terjadinya fraktur komplit di 2 atau lebih tempat terpisah pada tulang yang sama sehingga ada segmen tulang yang melayang
· fraktur kominutif à fraktur menimbulkan banyak fragmen / remuk
· fraktur kompresi / crash fracture à fraktur menimbulkan tulang mengecil / kempes
Berdasarkan hubungan dengan jaringan disekitarnya :
· fraktur simple / tertutup à kulit di area fraktur masih intak / utuh tidah robek
· fraktur terbuka à kulit di area fraktur robek sehingga tulang terekspose keluar à potensial infeksi tinggi
Klasifikasi fraktur terbuka menurut Gustilo
Derajat I à luka kecil karena tusuka fragmen, bersih, non kominutif, jaringan lunak rusak sedikit
Derajat II à luka > 1cm tanpa banyak kerusakan jaringan lunak, non kominutif
Derajat III à rusak hebat di kulit, jaringan lunak & neurovaskuler + kontaminasi
Tipe IIIA à fragmen terbungkus jaringan lunak
Tipe IIIB à fragmen terbuka, periosteum lepas, kominutif
Tipe IIIC à trauma arteri, kerusakan hebat jaringan lunak
· fraktur komplikasi à fraktur menyebabkan kerusakan struktur / jaringan lain seperti vasa darah, saraf, sendi, organ viscera dll.
Pemeriksaan fraktur
- gali riwayat trauma
- look / inspeksi à DOTS
D à deformitas à kelainan bentuk (angulasi/bengkok, rotasi, pemanjangan, pemendekan dll)
O à open injury à luka terbuka berarti fraktur terbuka à cegah kontaminasi
T à tenderness à nyeri tekan
S à swelling à pembengkakan
- feel / palpasi
cari apakah ada tenderness, krepitasi, nyeri saat digerakkan dll
- move / gerakkan à adakah gerakan abnormal, limited movement, loss of function
- periksa trauma daerah lain head to toe (leher, kepala, dada, perut, pelvis, tungkai, lengan, punggung)
- periksa komplikasi fraktur (GSS)
G à gerakan/move à mengecek fungsi saraf motoris (minta korban menggerakkan jari dll)
S à sensasi à mengecek fungsi saraf sensoris (pasien ditanya bagian apa yg dipegang dokter dll)
S à sirkulasi à cek waktu pengisian kapiler/WPK, warna kulit, suhu kulit, pulsasi
- periksa radiologis dengan sisi antero-posterior dan lateral. Foto harus memuat 2 sendi (1 proksimal 1 distal, identitas, tanggal yang jelas)
pergeseran fragmen
· alignment à perubahan sumbu longitudinal tulang membentuk sudut tertentu / angulasi
· panjang à pemendekan/shortening karena fragmen tulang saling overlap atau pemanjangan/ lengthening karena terjadi distraksi/peregangan
· aposisi à hubungan permukaan garis fragmen tulang (berapa % kontak permukaan antarfragmen tulang). Pada aposisi komplit, fragmen tulang ada di lateral, anterior, posterior atau medial fragmen tulang yang lain sehingga terjadi overlap. Pada aposisi parsial/inkomplet, terdapat sebagian permukaan fragmen tulang yang menghadap fragmen tulang lainnya.
· rotasi à fragmen distal berputar terhadap fragmen proksimal (rotasi longitudinal)
penyembuhan fraktur
a. pembentukan hematoma à penimbunan darah
b. organisasi hematoma à fibroblast membentuk kapiler baru sampai terjadi jaringan granulasi
c. pembentukan kalus à fibroblast pada jaringan granulaso bermetaplasi dan berubah menjadi kolagenoblas dan chondroblas lalu menjadi osteoblas. Kemudian terbentuk timbunan kolagen dan sel kartilago (woven bone)
d. konsolidasi à woven bone berubah menjadi lamellar bone
e. remodeling à fragmen lain dan kalus berlebih menghilang serta kanalis medularis terbentuk
· tertutup à dengan manipulasi dan traksi
Ø manipulasi à agar fragmen kembali ke tempat semula, bisa difiksasi dan terjadi union.
Maneuver :
- fragmen distal ditarik searah sumbu longitudinal tulang
- fragmen tulang kembali ke posisi semula. Bila perlu dilakukan dorongan
- perbaiki alignment/kelurusan tulang
Ø traksi gravitasi à dilakukan pada fraktur ekstremitas atas misal fraktur corpus humeri terus dilakukan fiksasi hanging cast/bandage dengan lengan bawah digendong
Ø traksi kulit/buck traction à organ bagian distal diikat pada kulit dan bisa ditalikan dengan bandul. Pengikatan dilakukan dengan skin traction kit. Beban yang diberikan harus <4-5 kg. pada bagian yang menonjol (e.g. maleolus) bisa diberikan padding/bantalan agar nyaman & tidak timbul lecet.
Ø Traksi skeletal à organ bagian distal diikat langsung di tulang dengan memakai pin Denham/steinmann, screw, & K wire dan bisa disambungkan dengan bandul. Traksi skeletal ini harus ada counter-balance agar tarikan sesuai yang diharapkan.
- Traksi terfiksir à pakai Thomas splint, counter-traction di inguinal
- Traksi balans à tempat tidur miring, counter-traction oleh berat badan pasien sendiri
- Traksi kombinasi à contohnya pakai metode Hamilton-Russel
Indikasi traksi (kulit/skeletal) :
- ada pemendekan/shortening tulang karena tarikan otot atau angulasi
- fraktur unstable (obik/spiral)
- kerusakan hebat jaringan disekitarnya
traksi balans
traksi Hamilton Russel
Dilakukan jika :
- reposisi tertutup gagal dilakukan
- fragmen justru bergeser karena manipulasi yang dilakukan
- fraktur dengan proses union yang lama e.g. fraktur collum femoris
- fraktur multiple
- fraktur pathologis
imobilisasi/fiksasi
· eksternal à dipakai pada fraktur terbuka derajat III atau fraktur komplikasi
- gip/plester cast
Harus dipasang diatas padding/bantalan. Pakai plaster slab kalau terjadi edema. Kalau edema sudah hilang, pakai gip sirkuler. Pada kulit yang akan dilapisi gip ditaburi dulu dengan salep zink okside. Lalu dipasang stockinette baru dipasang padding.
- traksi
· internal
- pengikatan dengan wire/kawat à fraktur patella
- screwing/pemasangan skrup à fraktur malleolus tibia
- plating & screwing (dipasang plat yang disekrupkan ke tulang) à fraktur corpus humeri
- intramedullary nailing (pemasangan nail/semacam paku ke dalam tulang bagian tengah) à fraktur corpus femoris
dislokasi = displacement atau pemisahan ujung tulang pada persendian akibat lemahnya atau robeknya ligament sendi. Jika dislokasi ini terjadi parsial dengan sebagian ujung tulang masih saling kontak maka disebut subluksasi. Lokasi tersering dislokasi adalah di persendian acromioklavikular di bahu. Dislokasi dapat dibedakan menjadi 3 berdasarkan penyebabnya yaitu :
· dislokasi kongenital à biasanya terjadi di lutut dan panggul
· dislokasi traumatik à terjadi akibat jatuh, injuri rotasional, atau pada gerakan sama yang berulang (atlet), biasanya pada lutut dan bahu
· dislokasi pathologis à pada panggul terjadi sebagai komplikasi lanjut dari infeksi, arthritis rematik, paralisis dan penyakit neuromuscular.
Diagnosis dislokasi didasarkan pada riwayat, pemeriksaan fisik dan temuan radiologis. Gejalanya adalah nyeri, deformitas, dan keterbatasan gerak. Terapinya sesuai dengan tempat injuri, mekanisme injuri, dan injuri penyerta lainnya. Jika tidak bisa dikembalikan secara spontan, maka harus dilakukan dengan manipulasi atau bedah. Perlu dilakukan imobilisasi beberapa minggu untuk penyembuhan sendi.
Fraktur-dislokasi = suatu bentuk fraktur yang disertai terjadinya dislokasi persendian.
Contoh :
- fraktur Monteggia à fraktur ulna proksimal atau tengah dengan dislokasi kaput radii
- fraktur Galeazzi à fraktur radius distal atau tengah dengan dislokasi ulna distal
Ø fraktur komplikasi
fraktur komplikasi = suatu fraktur yang mengakibatkan terjadinya kerusakan organ penting disekitarnya seperti vasa darah, saraf, organ viscera dll.
Trauma saraf
- neuropraksia à trauma kecil, blok fisiologis, sembuh dalam beberapa minggu
- axonotmesis à kerusakan akson, degenerasi perifer, regenerasi 1 mm per hari
- neurotmesis à saraf terputus, lalu ujungnya terfibrosis
Trauma vasa
Ketegangan, edema dan perdarahan menimbulkan iskemi distal ekstremitas. Gejala iskemi pascatrauma (5P):
- pain à nyeri hebat
- pulseless à nadi hilang
- paresthesia à kebas, tidak bisa merasakan
- pale à pucat
- paralyse à tidak bisa digerakkan
Ø sindroma kompartemen
Adanya trauma arteri, fraktur atau kompresi pada ekstremitas bisa menimbulkan terjadinya edema dan bleeding. Jika trauma tersebut tertutup, maka cairan edema dan perdarahan akan tertampung dalam rongga kompartemen. Penumpukan ini akan meningkatkan tekanan intrakompartemen (>30mmHg) yang nantinya akan menekan struktur-struktur di dalam kompartemen tersebut karena rongga kompartemen dilapisi oleh fascia yang inelastik. Dimulai dari pembuluh limfe, vena, kapiler sampai arteri. Akibatnya, terjadi iskemi saraf dan otot yang berakhir ke nekrosis / infrak otot.
Sindroma kompartemen bisa akut atau kronis. Sindroma kompartemen akut terjadi segera setelah trauma terjadi. Sindroma kompartemen yang tersering terjadi di tungkai bawah (kompartemen posterior profunda, posterior superficial, lateral, anterior) dan lengan bawah (kompartemen dorsal dan volar). Kompartemen sindrom kronis biasa terjadi pada dewasa muda akibat aktivitas dan sprain berulang pada ekstremitas bawah seperti pada pelari jarak jauh.
Tipe ketiga sindrom kompartemen adalah crush syndrome yang disertai manifestasi ke iskemia multikompartemen akibat kompresi jangka panjang. Perusakan sel otot menimbulkan perombakan protein sehingga terjadi myoglobinuria dan pelepasan potassium. Akibatnya bisa terjadi kehilangan cairan kompartemen ketiga, asidosis, gagal ginjal, dan syok sirkulasi.
Terapi yang bisa dilakukan adalah dengan mengurangi tekanan intrakompartemen secara langsing melalui prosedur fasciotomi.
Alhamdulillah…
Fin 11 03 08 20 42
alhamdulillah bisa posting lagi. ini postingan pertama setelah sekian bulan vakum. mmm 9 bulan pa ya? haha.. kembali menggali dokumen file file kuliah S1 saya untuk kembali post.. semangat. semoga terjaga kontinuitasnya dan semoga bermanfaat.... ^_^
BalasHapus