Catatan Kuliah HSC 2008
Rapid Response Team
dr. Hendro Wartatmo, Sp.BD
oleh : yuandani saputra
Rapid response team
Rapid response team dikenal dengan berbagai nama, diantaranya adalah :
· Tim penilai / assessment -> tim yang hanya melakukan penilaian cepat untuk mengetahui kondisi lapangan untuk menentukan tindakan apa yang akan dilakukan, barang kebutuhan apa yang diperlukan dsb.
· Tim lanjutan (advanced team) -> tim berikutnya yang dikirimkan dengan membawa perbekalan memadai untuk melakukan tindakan yang diperlukan sesuai hasil kerja tim assessment
· Tim recovery -> bertanggung jawab untuk pemulihan & pengembalian fungsi vital dan sosial masyarakat
· Tim bantuan medis bencana /DIMAT ( Disaster Medical Assistance Team )
· Tim reaksi bantuan bencana /DART ( Disaster Assistance Response Team )
Dari berbagai nama yang ada tersebut, nama yang paling tepat menggambarkan tim reaksi cepat medis (medical rapid response team) adalah DIMAT. Tim reaksi cepat medis bekerja untuk :
· Memberikan dukungan medis untuk korban bencana segera setelah sebuah kejadian.
· Melakukan penilaian kesehatan cepat / rapid health assessment untuk membangun langkah-langkah selanjutnya dari sebuah operasi.
Fungsi tim reaksi cepat pada prinsipnya adalah memberikan dukungan tapi tidak menggantikan sistem lokal yang telah ada. Kalaupun system yang ada kolaps, tim hanya bisa mengambil alih fungsi system tersebut saja agar tugas system tersebut tetap berjalan sementara kewenangan tetap dipegang sistem lokal.
Berdasarkan kemampuan tindakan yang dapat dilakukan, tim reaksi cepat dapat dibagi menjadi :
· A-Team/Complicated Accident Team -> tim yang dikirimkan untuk menangani kasus kecelakaan sulit seperti kecelakaan masal dsb
· Disaster Team -> tim penanganan bencana berskala nasional atau dibawahnya
· Special Team -> tim yang dikirim untuk menangani kasus bencana khusus seperti kebakaran, zat kimia, hipotermia, nuklir dsb.
· International Team -> tim penanggulangan bencana tingkat internasional
Masalah-masalah yang sering timbul dalam kinerja medical rapid response team adalah :
· Authority -> masalah komando, wewenang, dsb. Masalah ini dapat teratasi jika telah ada system komando yang baik, jelas dan tegas. System komando yang dimaksudkan adalah incident command system (ICS) yang terstandardisasi.
· Funding -> masalah pembiayaan dan pendanaan selalu menjadi masalah utama sebab aksi kemanusiaan harus bersifat netral tanpa baying-bayang sponsor. Dana biasanya didapatkan dari dana anggaran bencana RS amupun pemerintah, pinjaman, sumbangan-sumbangan dsb.
· Personel’s Recruitment -> saat terjadinya bencana, banyak orang meluap emosinya untuk bisa beraksi heroic. Masalah rekrutmen personel ini terjadi bukan karena kekurangan personel melainkan terlalu banyak personel yang mendaftar sehingga perlu penyeleksian dan pemilihan serta pengaturan shift kerja yang baik.
· Coordination -> koordinasi dilakukan melalui komunikasi efektif. Koordinasi ini diatur dan menjadi bagian dalam ICS sehingga jika telah ada standar operasional yang jelas, masalah koordinasi ini terselesaikan.
Komando tanggap darurat bencana
Tahapan pembentukan Komando Tanggap Darurat Bencana harus dilaksanakan secara keseluruhan menjadi satu rangkaian sistem komando yang terpadu. Dimulai dari informasi awal kejadian bencana yang dapat diperoleh melalui berbagai sumber antara lain pelaporan, media massa, instansi/lembaga terkait, masyarakat, internet, dan informasi lain yang dapat dipercaya. BNPB dan/atau BPBD melakukan klarifikasi kepada instansi/lembaga/masyarakat di lokasi bencana. Informasi yang diperoleh dengan menggunakan rumusan pertanyaan terkait bencana yang terjadi, terdiri dari:
· Apa : jenis bencana
· Bilamana/kapan : hari, tanggal, bulan, tahun, jam, waktu setempat
· Dimana : tempat/lokasi/daerah bencana spesifik
· Berapa : jumlah korban, kerusakan sarana dan prasarana
· Penyebab : penyebab terjadinya bencana
· Bagaimana : upaya yang telah dilakukan
Penugasan Tim Reaksi Cepat (TRC)
Dari informasi kejadian awal yang diperoleh, BNPB dan/atau BPBD menugaskan Tim Reaksi Cepat (TRC) tanggap darurat bencana, untuk melaksanakan tugas pengkajian secara cepat, tepat, dan dampak bencana, serta serta memberikan dukungan pendampingan dalam rangka penanganan darurat bencana. Hasil pelaksanaan tugas TRC tanggap darurat dan masukan dari berbagai instansi/lembaga terkait merupakan bahan pertimbangan bagi :
a. Kepala BPBD Kabupaten/Kota untuk mengusulkan kepada Bupati/Walikota dalam rangka menetapkan status/tingkat bencana skala kabupaten/kota.
b. Kepala BPBD Provinsi untuk mengusulkan kepada Gubernur dalam rangka menetapkan status/tingkat bencana skala provinsi.
c. Kepala BNPB untuk mengusulkan kepada Presiden RI dalam rangka menetapkan status/tingkat bencana skala nasional.
Tugas Pokok dan Fungsi Organisasi
Komando Tanggap Darurat Bencana memiliki tugas pokok untuk:
a. Merencanakan operasi penanganan tanggap darurat bencana.
b. Mengajukan permintaan kebutuhan bantuan.
c. Melaksanakan dan mengkoordinasikan pengerahan sumberdaya untuk penanganan tanggap darurat bencana secara cepat tepat, efisien dan efektif.
d. Melaksanakan pengumpulan informasi dengan menggunakan rumusan pertanyaan, sebagai dasar perencanaan Komando Tanggap Darurat Bencana tingkat kabupaten/kota/provinsi/nasional.
e. Menyebarluaskan informasi mengenai kejadian bencana dan pananganannya kepada media massa dan masyarakat luas
Fungsi Komando Tanggap Darurat Bencana adalah mengkoordinasikan, mengintegrasikan dan mensinkronisasikan seluruh unsur dalam organisasi komando tanggap darurat untuk penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan pengurusan pengungsi, penyelamatan serta pemulihan sarana dan prasarana dengan segera pada saat kejadian bencana.
Relawan
Relawan adalah seseorang yang melakukan tugas dengan spontan dan sukarela memasuki layanan militer/lainnya. Relawan seharusnya memiliki sifat-sifat berikut.
· Kesediaan/kemauan
- Dorongan sendiri
- Tidak ada pertimbangan financial
- Kewajiban moral
· Profesionalisme
- Medis/non-medis
- Memenuhi syarat
- Bersertifikat
· Motivasi yang baik
- Bebas dari kepentingan politik (tanpa membawa nama partai dsb)
- Bebas dari aspek komersial (tanpa sponsorship)
- Bebas dari kepentingan individu dan atau kelompok (tidak membawa nama LSM dsb)
· Kemampuan untuk bekerja sama dengan orang lain
- “menyelesaikan lebih secara bersama-sama daripada sendirian“ (Peter Safar)
- Beban kerja dari respon bencana terlalu besar untuk individu, kelompok, atau bahkan sebuah negara .
- Kolaborasi/ jaringan kerja mutlak diperlukan
Kebanyakan permasalahan dalam manajemen bencana berkaitan dengan koordinasi dan kontrol yang tidak memadai. Jika relawan gagal memenuhi kriteria, maka :
· Terjadi kegagalan dalam memenuhi kebutuhan korban
· Layanan yang diberikan dibawah standar
· Korupsi
· Kompetisi yang tidak jujur
Tindakan kemanusiaan yang ideal adalah tindakan yang berasaskan :
· Perikemanusiaan/humanity -> menghormati orang yang sengsara, menolong orang yang kesusahan
· Kenetralan/neutrality -> tidak membawa nama kelompok/golongan tertentu
· tidak memihak /Imparsiality -> tidak membeda-bedakan
· operasi yang independen/Independent operation -> tidak bergantung sponsor
Rumah sakit lapangan
Rumah sakit lapangan adalah tempat layanan kesehatan yang mobile, lengkap, dan mandiri yang mampu melaksanakan dan melayani dengan cepat kebutuhan medis emergensi untuk periode waktu tertentu.
Rumah sakit lapangan (RS lapangan) merupakan unit pelayanan yang diciptakan untuk membantu fungsi pelayanan kesehatan rujukan (rawat jalan, rawat inap, UGD, kamar operasi, laboratorium, dll) yang dilaksanakan dalam kondisi darurat. Dalam pengorganisasian, unit pelayanan tersebut terdiri dari bagian-bagian yang saling bekerja sama di dalam memberikan pelayanan medik dasar dan spesialistik baik untuk perorangan maupun kelompok korban bencana. Untuk dapat menjalankan fungsi secara baik tentunya diperlukan pengorganisasian yang dijabarkan ke dalam bentuk organisasi dengan tugas dan fungsi masing-masing bagian yang jelas. Selain itu, mekanisme koordinasi antar-bagian juga harus tergambar dengan jelas sehingga tidak menimbulkan kesan yang tumpang tindih di dalam operasionalisasinya. Selain itu lagi, mobilisasi tenaga yang bekerja pada setiap bagian juga diatur sedemikian rupa agar dapat menjalankan fungsinya dengan baik.
Kepala RS lapangan membawahi tiga orang koordinator yang memimpin masing-masing bagian berikut:
1. Bagian pelayanan medik dan keperawatan
2. Bagian pelayanan penunjang medik
3. Bagian pelayanan umum.
Penanggung jawab Kepala RS Lapangan ditunjuk oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota setempat. Kriteria untuk menjadi kepala RS lapangan, antara lain :
1. Minimal dokter umum
2. Mempunyai pengalaman dalam penanggulangan bencana
3. Sehat jasmani dan rohani.
Tugas Kepala RS lapangan, antara lain:
· Memimpin dan mengelola tim RS lapangan dan SDM setempat guna mencapai tujuan RS lapangan selama masa tugas.
· Mengkoordinasikan operasional RS lapangan secara internal dan eksternal (dengan institusi kesehatan setempat dan institusi lain).
· Memantau dan mengevaluasi operasionalisasi RS lapangan sesuai standar pelayanan medis secara rutin.
· Bertanggung jawab atas pengelolaan keuangan RS lapangan.
· Melaporkan seluruh kegiatan RS lapangan ke dinas kesehatan setempat dan PPK secara berkala (laporan harian, mingguan, bulanan, laporan akhir) yang mencakup data statistik kesehatan berdasarkan sistem pemantauan kesehatan.
· Merencanakan dan menyiapkan serah terima tanggung jawab kepada tim pengganti yang meliputi unsur-unsur teknis dan administratif.
Sebelum mendirikan RS lapangan perlu dikirimkan tim aju yang mempunyai pengalaman dan kemampuan dalam pengelolaan RS lapangan. Jumlah tim aju yang dikirim minimal 3 (tiga) orang terdiri dari tenaga teknis yang mempunyai pengalaman dalam membangun RS lapangan, tenaga medis dan sanitarian. Tim aju bertugas untuk melakukan penilaian mengenai lokasi pendirian tenda dan peralatannya. Penilaian oleh tim aju tersebut penting untuk memastikan bahwa RS lapangan yang akan didirikan memang didasarkan pada kebutuhan, berada di tempat yang aman, memiliki akses yang mudah dijangkau, dan sumber air dan listrik yang masih dimiliki paska terjadinya bencana. Oleh karena itu tim aju perlu melakukan koordinasi dengan sumber daya setempat dalam merencanakan pendirian dan operasional RS lapangan mutlak diperlukan. Sumber daya setempat harus diinformasikan mengenai kemungkinan didirikannya RS lapangan, alasan pendiriannya, lokasi, dan terbukanya akses rujukan bagi setiap korban selama masa operasional rumah sakit.
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam melakukan penilaian untuk pendirian RS lapangan di lokasi bencana, antara lain:
· Keamanan -> Lokasi pendirian RS lapangan harus berada di wilayah yang aman dari bencana susulan, misalnya, tidak berpotensi terkena gempa susulan atau banjir susulan. Jika bencana berkaitan dengan konflik maka lokasi RS lapangan harus berada di wilayah yang netral dan mendapat jaminan keamanan dari kedua pihak yang bertikai.
· Akses -> Dalam penetapan lokasi pendirian RS lapangan, kita harus memperhitungkan kemudahan akses bagi petugas dan pasien, juga untuk mobilisasi logistik.
· Infrastruktur -> Apakah terdapat bangunan yang masih layak dan aman dipergunakan sebagai bagian dari RS lapangan. Jika tidak, apakah ada lahan dengan permukaan datar dan keras yang dapat digunakan untuk pendirian RS lapangan. Apakah tersedia prasarana seperti sumber air bersih dan listrik yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan operasional RS lapangan. Selain itu, perlu pula dipertimbangkan ketersediaan bahan bakar untuk menghidupkan genset dan kebutuhan operasional lain.
· Sistem komunikasi -> Apakah tersedia system komunikasi di lokasi pendirian RS lapangan atau apakah diperlukan sistem komunikasi yang independen bagi RS lapangan. Faktor komunikasi memegang peranan penting baik untuk keperluan internal rumah sakit maupun untuk hubungan eksternal terkait dengan pelaporan, koordinasi dan mobilisasi tenaga dan logistik, dsb.
Semua penilaian tersebut dikoordinasikan dengan pihak-pihak terkait untuk mendapatkan hasil yang tepat sehingga mobilisasi RS lapangan dan sumber dayanya dapat berlangsung secara efektif dan efisien. Tahapan dalam pendirian RS lapangan, antara lain:
1. Menetapkan tata letak (site plan) RS lapangan berdasarkan prioritas.
2. Menyiapkan lokasi atau lahan untuk pendirian tenda serta sarana dan fasilitas pendukung yang akan digunakan.
3. Mempersiapkan sistem drainase untuk menghindari genangan air.
4. Membersihkan permukaan lokasi pendirian tenda dari benda tajam yang dapat merusak tenda, dan apabila permukaan tanah tidak datar harus diratakan dahulu.
5. Menyiapkan pembatas (pagar) sebagai pengaman dan menetapkan satu pintu masuk dan satu pintu keluar untuk membatasi keluar masuk orang yang tidak berkepentingan.
6. Mendirikan tenda berikut secara berurutan sesuai prioritas. Tenda gudang, Tenda UGD, Tenda bedah, Tenda perawatan, Tenda ICU, Tenda farmasi, Tenda personel, Tenda administrasi, Tenda laundry & sterilisasi, Tenda x ray, dan Tenda processing film. Selain itu, ada beberapa aturan umum yang diberlakukan untuk pendirian semua jenis tenda di atas, antara lain:
· Lokasi untuk tenda harus berada di lahan yang bebas dari genangan air.
· Tidak boleh membawa benda tajam ke dalam tenda karena dapat merusak tenda balon; tidak boleh merokok dalam tenda dan gudang.
· Tekanan udara pada tabung tenda balon (apabila jenis tenda adalah tenda balon) harus diperiksa minimal dua hari sekali, jika tekanan berkurang segera dipompa kembali.
· Jika ditemukan kebocoran pada tenda, segera lakukan penambalan.
· Tali tenda harus diikatkan secara kuat ke pasak yang ditanam ke tanah.
· Lakukan pembersihan secara rutin minimal sehari sekali (disapu dan dipel).
· Selain petugas tidak diperbolehkan membawa benda tajam ke dalam tenda karena dapat merusak tenda balon.
Penyediaan prasarana rumah sakit lapangan
Prasarana rumah sakit yang urgent penting adalah alat kesehatan, radio komunikasi, pembangkit daya listrik, prasarana penerangan, prasarana air bersih, prasarana pembuangan limbah, prasarana laundry dan sterilisasi, prasarana pelayanan gizi (dapur umum), dan prasarana toilet dan kamar mandi.
Contoh denah pengaturan lokasi pendirian RS Lapangan
Berdasarkan tujuannya, RS lapangan dapat dibedakan menjadi :
· RS lapangan layanan medis emergensi awal (hari 0-2)
Issue
|
Note
|
Waktu mulai operasi
|
<24 jam
|
Periode mandiri
|
Sepanjang waktu selama operasi
|
Tipe layanan
|
Tergantung penyedia layanan
|
Staf medis yang dibutuhkan
|
berpengalaman
|
Lama keberadaan
|
Tergantung kebutuhan
|
Lokasi optimal
|
Tergantung kebutuhan, logistic, akses, fasilitas kesehatan local yang ada
|
· RS lapangan layanan follow up untuk kasus trsuma, emergensi, layanan rutin dan emergensi rutin (hari 3-15)
Issue
|
Note
|
Waktu mulai merawat pasien
|
Dalam 5 hari
|
Waktu untuk mandiri
|
Selama operasi, penggunaan sumber daya local setelah 48 jam, gunakan fasilitas kesehatan yang telah ada
|
pendanaan
|
Dana sendiri, dana tidak harus dari negara korban, butuh kolaborasi
|
Tipe layanan
|
Tergantung kebutuhan local, kebanyakan emergensi rutin dan perawatan kasus kronis
|
Logistik medis dan obat
|
Harus terdaftar di Negara tempat pendirian RS
|
Staf medis yang diperlukan
|
Familiar dengan kasus local. tercakup asuransi
|
Layanan bergerak
|
Harus
|
Kebutuhan ahli kesehatan
|
Lebih baik tersedia
|
Lama keberadaan
|
Selama diperlukan
|
Koordinasi dengan dinas kesehatan setempat
|
Liaison officer, pekerja dari dinas korban, pembuatan laporan
|
· RS lapangan sebagai pengganti fasilitas kesehatan sementara karena kerusakan dan penundaan perbaikan tempat layanan sebelumnya (bulan ke-2 sampai 2 tahun)
Issue
|
Note
|
Penjagaan layanan kesehatan
|
Tugas sulit, butuh persiapan matang
|
Pendanaan
|
Sumbangan, dana negara
|
kebutuhan tempat dan akses
|
Tidak bisa improvisasi
|
Spesifikasi alat
|
Harus sesuai
|
Konsultan
|
Harus di diskusikan
|
“sebuah tindakan kemanusiaan harus dilakukan dengan strandard profesionalisme yang tinggi dalam sebuah kerja solidaritas dan persaudaraan” (dr. Hendro W)
REFERENSI
Wartatmo H. 2011. Slide kuliah “Rapid Response Team”. Yogyakarta : FK UGM
Wartatmo H. 2010. Slide kuliah “Rapid Response Team”. Yogyakarta : FK UGM
Wartatmo H. 2011. Slide Kuliah “Field Hospital”. Yogyakarta : FK UGM
BNPB. 2008. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 10 tahun 2008 tentang Komando Tanggap Darurat Bencana. Jakarta : BNPB
Pakaya RS, dkk. 2008. Pedoman Pengelolaan Rumah Sakit lapangan Untuk Bencana. Jakarta: Pusat Penanggulangan Krisis
*11des2011 02:50pm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar