Catatan Kuliah HSC ‘08
Quality Framework, Clinical Governance and Patient Safety
Prof. dr. Adi Utarini, M.Sc., MPH., Ph.D
oleh : yuandani saputra
Definisi Kualitas
Kualitas memiliki banyak definisi seperti sesuai dengan standar, memenuhi harapan pelanggan, sesuai dan tepat guna, serta melibatkan struktur, proses dan outcome. Selama ini telah terjadi perubahan paradigm dalam pengertian kualitas medis dari pelayanan yang baik -> pelayanan klinis yang baik -> patient safety. Untuk dapat mewujudkan suatu kualitas medis, diperlukan kualitas manajeman, kualitas professional dan kualitas layanan yang baik.
Apa yang terjadi jika kualitas buruk?
Konsekuensi adanya kualitas medis yang buruk adalah munculnya ketidakpuasan pasien sehingga pasien nantinya enggan datang lagi, biaya melambung tinggi, lebih banyak harm bahkan sampai praktik-praktik illegal.
Bagaimana cara mengukur kualitas?
Berdasarkan kerangka kerja Donabedian, pengukuran kualitas dapat dilakukan berdasarkan indikator input, proses dan outcome. Namun biasanya yang paling mudah dan sering dilihat adalah outputnya.
Input, Process, Outcome
Input -> sumber daya apa yang dipakai?
Misalkan dalam konteks IGD, proporsi dokter yang telah menerima pelatihan ATLS menjadi indikator input. Keterampilan yang dimiliki dokter ini menjadi faktor masukan/input yang turut menentukan kualitas layanan. Selain itu, factor input lainnya adalah kebijakan/dukungan politik, sumber daya yang tersedia (tenaga, dana, fasilitas), dan program manajemen/stuktur.
Proses -> bagaimana sumberdaya digunakan?
Masih dalam konteks IGD. Berapa lama waktu yang diperlukan dari pasien masuk sampai ditangani dokter menjadi indikator proses. Penilaian kualitas dalam hal proses juga meliputi bagaimana dokter melakukan tindakan, mengkomunikasikannya, membuat keputusan, berkolaborasi dengan profesi lain dalam tim kerja dsb.
Outcome -> bagaimana hasilnya?
Kembali ke konteks IGD. Yang menjadi indikator outcome adalah jumlah pasien yang dipulangkan/rawat jalan, masuk bangsal, atau meninggal. Outcome bisa berupa 5D (discomfort, dissatisfaction, disease, disability, death)
Bagaimana cara meningkatkan kualitas?
lisensi
|
sertifikasi
|
akreditasi
| |
Kompetensi
Target
Asal kesediaan
Konsekuensi
|
Minimum
Individual/institusi kesehatan
Perintah
severe
|
Optimum
Individual/layanan tertentu
Sukarela
mild
|
Optimum
Institusi/individu
Sukarela
severe
|
Quality framework & clinical governance sebenarnya merupakan bagian dari suatu sistem. Kalau dokter diminta meningkatkan mutu terbaik untuk pasien, akan lebih mudah upayanya jika didukung oleh sistem yang sesuai.
Apakah kualitas layanan medis diterima semua masyarakat?
Jika suatu pelayanan dokter di RS memuaskan, akankah kepuasan seperti itu diterima semua pasien? Ataukah sebenarnya hanya kebetulan saja? Jadi, meski ada kepuasan dalam suatu layanan medis, tetap akan muncul pertanyaan apakah memang mutu pelayanannya yang baik ataukah hanya faktor keberuntungan saja. Harapannya memang sistemnyalah yang benar-benar baik & bermutu.
Pasien Safety
Menurut penelitian di banyak RS di USA, ternyata perkembangan penerapan patient safety sangat slow progress setelah muncul & berkembang 10 tahun terakhir. Hal ini muncul mungkin karena naiknya awareness masyarakat untuk melaporkan kasus sehingga pelaporannya makin bagus. Pasien makin terbuka & berani untuk membarikan laporan. Selain itu, ternyata tidak semua dokter mau menerapkan patient safety ini sehingga terserah dokter mau atau tidak menerapkannya. Akibatnya jumlah kejadian penyimangan terhadap patient safety terus naik dari yang sebelumnya sedikit karena pelaporannya buruk. Data di Indonesia bagaimana? Nol sebab memang tidak ada data representatif. Sebenarnya ada penelitian di rumah sakit-rumah sakit tapi data ini tidak dapatdipakai sebagai data nasional karena kurang representatif sebab terlalu sedikit angka pelaporannya.
Ilmu yang dipetik dari pengalaman USA tersebut adalah kalau dorongan sistem dari luar itu tidak cukup kuat, maka perkembangan penerapan patient safety akan sangat lambat. Kuncinya ada pada usaha kolektif dokter dan rumah sakit.
Bagaimana sistem yang baik untuk membantu dokter melakukan perbaikan mutu?
v Sistem punishment untuk setiap pelanggaran
v Fasilitasi sarana prasarana pendukung proses layanan
v Sistem reward (jika perlu) untuk apresiasi layanan yang baik
v Clinical governance
v Sistem manajemen kualitas
v Regulasi
Quality Framework
Untuk mengetahui bagaimana suatu kualitas didukung oleh sistem, bisa kita lihat berdasarkan quality framework/kerangka kerja mutunya. Quality framework ada di sistem besar yang dibuat di tingkat negara atau provinsi. Secara definisi, quality framework adalah kerangka kerja yang menjadi dasar upaya-upaya perbaikan mutu baik di tingkat geografis (negara, provinsi, kabupaten), tingkat institusi, tingkat pelayanan, maupun tingkat organisasi profesi. Meski begitu, quality framework umumnya dibuat untuk tingkat negara atau provinsi.
Apa saja yang telah dituliskan di dalam quality framework sudah seharusnya menjadi komitmen semua stakeholder terkait dalam mendefinisikan, mengukur, meregulasi dan memsistemkan mutu.
Suatu kerangka kerja mengandung 2 hal penting yaitu:
v Apa yg kita janjikan? Makin banyak janji (misal: kepuasan, safety, efisiensi, komunikasi baik), makin banyak pula sumber daya yang dibutuhkan. Apa saja yang dijanjikan sebaiknya berkaitan dengan dimensi mutu dan tetap harus memilih manakah hal-hal yang menjadi prioritas. Berikut ini adalah dimensi mutu.
· Access
· Effectiveness
· Efficiency
· Equity
· Safety
· Appropriateness
· Continuity
· Technical Competence
· Convenience
· Interpersonal relationship
· Satisfaction
· Customer participation
· Acceptability
· Timeliness
v Bagaimana cara mencapainya? Upaya pancapaiannya ini berkaitan dengan bentuk dari framework itu sendiri seperti apa. Sebagai contoh framework yang dibuat WHO yang ditujukan untuk dipakai oleh semua institusi rumah sakit yang disebut PATH (Performance Assessment Tool for quality improvement in Hospital).
Apa yang menjadi prioritas?
1. Clinical effectiveness -> pemilihan tindakan & terapi obat yang tepat.
2. Efisiensi -> mengedepankan pemilihan obat generic, tindakan noninvasive dsb
3. Staff ->staff yang terampil dan tanggung jawab tinggi
4. Responsive governance -> cepat tanggap dalam setiap dinamika yang ada
Terdapat 2 hal yang crosscutting dalam framework WHO yaitu safety & patient centered. Hal ini dimaksudkan sebagai suatu elemen utama yang mengkolaborasikan elemen-elemen prioritas tadi.
Indonesia tidak punya framework yang eksplisit sehingga susah digambarkan bagaimana quality framework-nya. Indonesia telah memiliki SKN (Sistem Kesehatan Nasional) tapi tetap saja tidak ada kerangka yang eksplisit.
Berikut ini quality framework negara bagian New South Wales, Australia
Clinical Governance
Clinical governance suatu kerangka kerja organisasi yang akuntabel untuk meningkatkan kualitas layanan dan menerapkan standar tinggi layanan dengan menciptakan lingkungan yang kondusif untuk melakukan layanan klinis. (NHS-UK Department of Health, 1998)
Clinical governance yang baik dinilai tanggung jawabnya/akuntabilitasnya berdasarkan kinerja klinis bukan kinerja yang lain karena ini adalah setting rumah sakit. Kalo dinilai dari kecepatan pasien mendapat layanan misalnya, info ini belum mencakup hal-hal klinis sehingga memaksa RS untuk akuntabel untuk mencapai high standar of health care.
Tujuan Clinical Governance
· Untuk menjamin akses yang memadai dan high quality
· The best care untuk semua pasien
· Melindungi pasien dari risiko yang tidak diharapkan
Implementasi Clinical Governance
· Standar kualitas nasional dalam layanan kesehatan: clinical guidelines berdasar EBM
· Mekanisme layanan klinis dengan standar keamanan tinggi
· Sistem efektif dalam monitoring implementasi (indikator klinis, sistem penilaian kinerja)
Empat Pilar Utama Clinical Governance
Clinical governance memiliki setidaknya 4 pilar utama, yaitu: fokus kepada pasien, manajemen kinerja dan evaluasi klinik, manajemen resiko dan pengelolaan & peningkatan profesionalitas (Western Australian Clinical Governance Guidelines, 2005)
Standar Clinical Governance
· Standar 1. Akuntabilitas Pelayanan Klinik: Pertanyaan dalam standar ini diajukan untuk mengetahui sejauh tanggung jawab RS dari tingkat organisasi hingga individu dalam menerapkan konsep peningkatan mutu pelayanan klinik.
· Standar 2. Kebijakan dan Strategi: Pertanyaan dalam standar ini diajukan untuk mengetahui sejauh mana konsep peningkatan mutu pelayanan klinik telah terintegrasi dalam proses RS.
· Standar 3. Struktur Organisasi: Pertanyaan dalam standar ini diajukan untuk mengetahui sejauh mana konsep peningkatan mutu pelayanan klinik telah terintegrasi dalam struktur organisasi RS.
· Standar 5. Komunikasi: Pertanyaan dalam standar ini diajukan untuk mengetahui sejauh mana konsep peningkatan mutu pelayanan klinik telah disosialisasikan kepada seluruh staf RS dan juga kepada stakeholders dan pasien/keluarga?.
· Standar 6. Pengembangan dan Pelatihan: Pertanyaan dalam standar ini diajukan untuk mengetahui sejauh mana para staf, manajer dan klinisi disediakan informasi, referensi dan pelatihan untuk mendukung mereka menerapkan konsep peningkatan mutu pelayanan klinik.
· Standar 7. Pengukuran Efektifitas: Pertanyaan dalam standar ini diajukan untuk mengetahui sejauh mana indikator kinerja kunci telah dikembangkan dan digunakan untuk setiap level organisasi RS untuk menilai dan menunjukan efektifitas dari penerapan konsep peningkatan mutu pelayanan klinik.
Indikator Kinerja
Organization performance merupakan proses yang dijalankan dan hasil yang didapat oleh organisasi dalam melakukan layanan kepada pelanggan (Fitzpatrick, 1994). Standar dan indikator tersebut meliputi :
· Standar kinerja: tingkatan yang diharapkan dari suatu kinerja
· Indikator kinerja : indikator untuk mengukur pencapaian tingkatan kinerja
· Indikator dapat diperoleh dari kriteria struktur, proses dan outcome
Tujuan mengukur indikator kinerja adalah untuk mengetahui :
· Keamanan
· Tanda adanya masalah
· Menilai apakah proses sesuai standar
· Menilai keberhasilan
· Agar tidak melanggar aturan
· Mencari peluang perbaikan
· Menilai apa dampak dari suatu intervensi
· Untuk membandingkan (benchmarking)
Tiap-tiap indikator mempunyai tujuan untuk menganti intuisi menjadi fakta
Indikator Klinis
Indikator klinis adalah suatu pengukuran yang mengukur layanan klinis sebagai tanda potensial adanya masalah dan kemungkinan peningkatan jasa layanan klinis dengan membandingkan indikator-indikator klinis. Banyak indikator klinis yang telah diterbitkan seperti : AHRQ (Agency for Healthcare Research and Quality), WHO-PATH (Performance Assessment Tool for quality improvement in Hospital), ACHS (Australian Council on Healthcare Standards), Indikator Standar Pelayanan Minimal (SPM) Depkes Indonesia, dsb.
Macam Indikator Klinis
1. Sentinnel event indikators
Suatu kejadian atau fenomena yang istimewa, biasanya merupakan kejadian yang tidak dikehendaki dan jarang terjadi, sehingga memicu penyelidikan lebih lanjut. Contoh: kematian ibu, bayi/anak terjatuh dari bed, infeksi nosokomial, operasi salah sisi
2. Rate-based indikator: Proportion atau Rate
Berbeda dengan sentinel event, rate-based indikator menunjukkan proses atau outcome suatu kejadian yang sering terjadi. Contoh: prosentase pasien yang melahirkan dengan SC dari total persalinan, prosentase pasien rawat inap dengan dekubitus dari total pasien yang dirawat inap >5 hari, prosentase bayi lahir hidup dengan berat lahir <2500 gr dari seluruh kelahiran hidup, prosentase ibu bersalin yang kembali dirawat inap 14 hari setelah persalinan dari seluruh persalinan dsb.
Pemilihan Indikator Klinis
• Prioritas tinggi
• Sederhana
• Mulai dengan sedikit indikator
• Data tersedia
• Ditingkatkan secara bertahap
• Dampak terhadap pengguna dan pelayanan
• Mengukur berbagai dimensi mutu
Tingkatan Indikator Klinis
· Tingkat RS -> infeksi nosokomial, dekubitus, penggunaan antibiotic, dehisensi, readmisi
· Tingkat pelayanan -> SC dari total pelayanan, kelengkapan imunisasi pada bayi yang diperiksakan ke unit pediatric, breast-feeding at discharge
Tujuan Indikator Klinis
Indikator kinerja klinis -> ditetapkan, diukur, dianalisis -> memperbaiki kinerja klinis institusi pelayanan kesehatan
Patient Safety
Patient safety adalah disiplin kesehatan yang baru yang menekankan pelaporan, analisis, dan pencegahan kesalahan medis yang sering menyebabkan kejadian yang merugikan kesehatan. Menyadari bahwa dampak kesehatan kesalahan 1 dalam setiap 10 pasien di seluruh dunia, WHO menjadikan keselamatan pasien sebagai perhatian utama. Pengetahuan keselamatan pasien dihasilkan terus untuk menginformasikan upaya perbaikan seperti: menerapkan pelajaran yang didapat dari bisnis dan industri, mengadopsi teknologi inovatif, mendidik penyedia dan konsumen, meningkatkan sistem pelaporan kesalahan, dan mengembangkan insentif ekonomi baru.
Patient Safety Indicator (PSI)
PSI adalah sekumpulan pengukuran yang dapat digunakan dengan data pemulangan rawat inap rumah sakit untuk memberikan perspektif tentang keselamatan pasien. Secara khusus, PSI menyeleksi masalah yang pasien alami sebagai akibat dari paparan ke sistem kesehatan dan yang mungkin setuju untuk pencegahan dengan perubahan pada tingkat sistem atau penyedia. Ini disebut sebagai komplikasi atau efek samping. PSI didefinisikan pada dua tingkat: tingkat penyedia dan tingkat daerah.
• indikator tingkat penyedia/provider menyediakan ukuran dari komplikasi yang dapat dicegah untuk pasien yang menerima perawatan awal dan komplikasi dari perawatan dalam rumah sakit yang sama. indikator tingkat penyedia mencakup hanya kasus-kasus dimana kode diagnosis sekunder berkomplikasi berpotensi dicegah.
• indikator tingakt area menangkap semua kasus komplikasi yang berpotensi dicegah yang terjadi di daerah tertentu (misalnya, area layanan metropolitan atau daerah) selama rawat inap. Indikator tingkat area ditetapkan untuk memasukkan diagnosis utama, serta diagnosa sekunder, untuk komplikasi perawatan. Spesifikasi ini menambah kasus-kasus di mana risiko pasien komplikasi terjadi di rumah sakit terpisah.
“To improve, you must make changes but not all changes lead to improvement”
REFERENSI
Utarini, Adi. 2010. Slide kuliah “Quality, Clinical Governance and Clinical Outcomes”. Yogyakarta. FK UGM
Utarini, Adi. 2011. Slide kuliah “Quality Framework, Clinical Governance and Patients Safety”. Yogyakarta. FK UGM
Utarini, Adi. 2009. Slide kuliah “Managing Quaity of Care”. Yogyakarta. FK UGM
Utarini, Adi. 2008. Slide kuliah “Understanding Quality of Care”. Yogyakarta. FK UGM
Department of Health Government of Western Australia. 2005. Western Australian Clinical Governance Guideline, Information Series No. 1.2., 2nd Ed. East Perth. Australia
Department of Health and Human Services AHRQ. 2006. AHRQ Quality Indicator : Guide to Patient Safety Indicators, Ver 3.0. San Fransisco, California, USA
*15nov2011
*15nov2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar