Catatan Kuliah
“ Vascular Trauma “
dr. Sunoko,
Sp.B-KBTKV
oleh : yuan’s !nk
Pembuluh darah tersusun atas 3 lapisan
utama yaitu tunika intima, tunika media dan tunika adventitia. Diantara ketiga
lapisan tersebut, yang paling lemah adalah tunica intima sehingga jika terjadi
trauma tumpul, lapisan inilah yang pertama terkena.
Trauma
merupakan suatu gangguan fisik yang menyebabkan terjadinya jejas. Trauma dapat
dibedakan menjadi trauma tumpul dan trauma tajam.
Terdapat klasifikasi derajat kerusakan pada trauma tumpul vaskuler :
·
Derajat
I à rusak endotelnya; awal terbantuknya
thrombus; tidak berdarah; tidak mengancam jiwa
·
Derajat
II à tunika media rusak; dinding dalam
kasar; timbul thrombus, tidak ada perdarahan, tidak mengancam jiwa
·
Derajat
III à pembuluh darah hancur, perdarahan, thrombus
ada, iskemik distal ada, limb threatening, life treatening
Cedera pembuluh darah perifer dapat
bersifat life threatening, limb threatening maupun munculnya sequele lanjutan.
Kejadian yang paling life threatening adalah perdarahan massif. Perdarahan
adalah kehilangan akut volume darah.
Kelas perdarahan
Kelas I
|
Kelas II
|
Kelas III
|
Kelas IV
|
|
Kehilangan darah (ml)
% blood loss
Denyut nadi
Tekanan darah
Tekanan nadi
Frekuensi nafas
Produksi urin (ml/jam)
Status mental
Penggantian cairan
|
<750
<15%
<100
Normal
Normal/naik
14-20
30
Sedikit cemas
kristaloid
|
750-1500
15%-30%
>100
Normal
Menurun
20-30
20-30
Agak cemas
kristaloid
|
1500-2000
30%-40%
>120
Menurun
Menurun
30-40
5-15
Cemas, bingung
Kristaloid + darah
|
>2000
>40%
>140
Menurun
Menurun
>35
Tidak berarti
Letargik (lesu, bingung)
Kristaloid + darah
|
Mnemonic analogi : permainan TENIS :
15, 30, 40, game over..
·
Kelas
I à <15% blood loss à seperti donor darah jadi tidak ada
manifestasi berat
·
Kelas
II à 15-30% blood loss à perdarahan tanpa komplikasi
·
Kelas
III à 30-40% blood loss à perdarahan dengan komplikasi
·
Kelas
IV à >40% blood loss à kejadian preterminal, butuh tindakan
segera & agresif
Banyak factor mempengaruhi penilaian
respon hemodinamis pasien seperti :
-
Usia
-
Keparahan
cedera (jenis, lokasi anatomis)
-
Durasi
terapi (waktu antara cedera sampai terapi pertama dilakukan)
-
Terapi
cairan pra-RS
-
Obat-obatan
yang diberikan sebelumnya karena penyakit kronis
Perdarahan sendiri dapat terjadi
secara interna maupun eksterna. Perdarahan interna terjadi di dalam tubuh
sehingga dari luar tidak tampak adanya aliran darah. Sedangkan perdarahan
eksterna jelas-jelas tampak adanya darah yang keluar tubuh.
Managemen perdarahan eksterna :
1. Stop bleeding
2. Resusitasi cairan kristaloid
Catatan tambahan
-
tidak
perlu dilakukan tranfusi darah dalam penanganan awal meski darah sudah siap
sebab perlu pemeriksaan dulu yang cukup lama (golongan darah, cross match, cek
rhesus dsb)
-
jangan
lakukan tourniquet sebab vaskularisasi distal dapat terganggu à iskemi à nekrosis à amputasi
-
untuk
menghentikan perdarahan, lakukan direct pressure pada lokasi bleeding. Semakin
kecil (sesuai lubang perdarahan) semakin baik.
-
jika
terpaksa harus melakukan tourniquet (direct pressure tidak efektif), longgarkan
setiap 5 menit sekali untuk menjaga perfusi
distal
Manajemen perdarahan interna :
1. Resusitasi cairan kristaloid
2. Rujuk ke dokter spesialis bedah untuk
stop bleeding
Pada perdarahan, manajemen yang sangat
vital dilakukan baik pada perdarahan interna maupun eksterna adalah resusitasi
cairan kristaloid. Penggantian kristaloid prinsipnya 3 for 1. Kehilangan 1 bagian darah diganti sementara dengan 3
bagian kristaloid. Hal ini dilakukan untuk menjaga tekanan darah sebagai salah
satu tanda vital tubuh. Kekurangan cairan tubuh tampak sebagai suatu kondisi
dehidrasi yang ditandai dengan :
·
HR
naik/takikardia
·
Hiperventilasi
·
Keringatan
·
Pulse
lemah
·
Pucat/cyanosis
·
Turgor
kulit turun, mata cekung
·
Lemas,
haus
·
Akral
dingin, WPK >2 detik à darah diutamakan ke organ vital
·
Tensi
turun à terjadi setelah late sebab terdapat
usaha kompensasi tubuh untuk mempertahankan tekanan darah (baroreseptor,
vasopressor, RAA, dsb)
·
Penurunan
kesadaran à terjadi fase late juga setelah gagal
kompensasi sehingga perfusi otaknya berkurang
Respon terapi cairan awal
Respon cepat
|
Respon sementara
|
Tanpa respon
|
|
Tanda vital
Dugaan kehilangan darah
Kebutuhan kristaloid
Kebutuhan darah
Persiapan darah
Operasi
Kehadiran ahli bedah
|
Kembali ke normal
Minimal (10%-20%)
Sedikit
Sedikit
Tipe spesifik & crossmatch
Mungkin
Perlu
|
Perbaikan sementara, tensi &
nadi kembali turun
Sedang, masih ada (20%-40%)
Banyak
Sedang-banyak
Tipe spesifik
Sangat mungkin
Perlu
|
Tetap abnormal
Berat (>40%)
Banyak
Segera
Emergensi
Hampir pasti
Perlu
|
Perlu juga dilakukan monitoring urin
output. Pada dewasa urin output normal sekitar 0,5 ml/kgBB/jam sedangkan pada
anak-anak 1 ml/kgBB/jam dan pada bayi 2 ml/kgBB/jam.
Klasifikasi cedera tajam vaskuler
à cedera mulai dari dinding dalam
·
I à cedera tidak sampai lumen; tidak ada
bleeding; berbahaya sebab berisiko manjadi aneurisma yang bisa pecah dan
menciptakan tromboemboli.
·
II à cedera mengenai lumen dengan
bagian perifer tidak iskemi
·
III à vasa
terpotong penuh dan bagian perifer iskemi; tunika media akan kontraksi untuk
mengurangi bleeding
Klasifikasi cedera tumpul vaskuler
à cedera
mulai dari dinding luar
·
I à tidak ada
bleeding, tidak ada iskemia perifer
·
II à tidak ada
bleeding, iskemik perifer
·
III à ada
perdarahan, iskemik perifer
Klasifikasi
keparahan cedera vaskuler
1. Incomplete transection & simple
puncture
Ada jendalan
darah di tepi (hematom pulsatil) sehingga aliran darah tidal lamellar lagi tepi
ada turbulensi yang bisa menginduksi terbentuknya thrombus, terbentuknya
arteriovenosa fistule
2. Complete transection
Vasa lepas
hubungan (benar-bener putus), terjadi kontraksi, retraksi, hematom, iskemik
distal, deficit pulse
3. Complicated transection à loss of vascular wall
Dinding vasa
berlubang à thrombosis distal
4. Closed injury
Regangan à kerusakan endotel à thrombosis, diseksi, oklusi, hematom,
spasme
Diagnosis
·
Mekanisme
trauma
·
Tanda
klinis
Hard
sign jejas arterial
-
Perdarahan
arterial eksternal
-
Hametom
yang cepat membesar
-
Terdengar
bruit, thrill teraba
-
Gejala
oklusi arterial tampak à 6P (pale, pain, pulseless,
paresthesia, paralysis)
Soft
sign jejas arterial
-
Riwayat
perdarahan arterial
-
Penetrating
wound/blunt trauma pada arteri utama
-
Nadi
distal unilateral
-
Deficit
neurologis
-
Hematom
sedikit pulsatil
·
Pemeriksaan
fisik
-
Vital
sign
-
Palpable
denyut nadi distal
·
Penunjang
diagnosis : pulse oximeter, USG Doppler, angiografi
Manajemen
·
Fine
points in peripheral vascular repair
-
Klem
vaskuler atau vessel loop
-
Balloon
kateter
-
Regional
heparin 50 IU/ml, 10-15 ml
-
Arteriografi
-
Fasciotomy
untuk kompartemen syndrome
·
Opsi
peripheral vascular repair
-
Arteriorrhaphy/venorrhaphy
lateral
-
Patch
angioplasty
-
Reseksi
dengan end-to-end anastomosis
-
Reseksi
dengan graft interposisi
-
Bypass
graft
-
Extraanatomic
bypass
-
Ligasi
Komplikasi
-
Trombosis
Trombosis akut pasca rekonstruksi
vaskuler adalah komplikasi yang paling sering terjadi, tetapi bila dilakukan
koreksi segera dapat memberikan hasil yang memuaskan. Beberapa hal-hal dalam
operasi dapat menyebabkan terjadinya trombosis.
·
Debridemen
arteri yang kurang adekuat dapat meninggalkan sisa-sisa dinding arteri, dimana
platelet dan trombin dapat lengket dan menyebabkan trombosis.
·
Pada
graft yang terpelintir dengan mudah dapat terjadi trombosis.
·
Trombosis
dapat terjadi akibat tarikan yang terlalu berlebihan pada anastomosis.
·
Kesalahan
teknik operasi dengan membuat jahitan ahitan pada anastomosis seperti jahitan
kantong tembakau.
·
Terjadinya
stenosis berat pada jahitan. Dalam hal ini untuk menghindarinya dapat digunakan
penutupan lesi arteri itu dengan tambahan (patching) memakai vena autogen.
·
Bahaya
dari terjadinya trombosis dengan sumbatan total arteri lebih dart 6 jam akan
menyebabkan iskemia dan kematian otot dan saraf yang akan diganti oleh jaringan
ikat, sehingga terjadi kontraktur, misalnya Volkmann Ischemic contracture.
-
Infeksi
·
Penanganan
yang menyebabkan pecahnya anastomosis pada rekonstruksi trauma vaskuler dapat
menyebabkan perdarahan hebat dan sukar untuk diatasi. Pencegahan lebih baik
daripada pengobatan.
·
Karena
itu diagnosis trauma vaskuler harus cepat ditegakkan, pemberian antibiotik yang
sesuai, debridement luka yang adekuat, dan kesinambungan pembuluh vaskuler harus
secepat mungkin diusahakan dan pemberian nutrisi secara sistemik, kesemuanya
ini membantu pencegahan terhadap infeksi.
·
Pada
kecelakaan dengan luka kontaminasi, maka semua benda asing sedapat mungkin
dikeluarkan dan kalau perlu luka dibilas dengan larutan antibiotik.
·
Operasi
ulang tidak boleh dilakukan didaerah yang terkena infeksi. Tidak saja karena
tindakan koreksi ulang ini akan memberi kegagalan langsung, tetapi juga
berbahaya untuk kelangsungan hidup si penderita karena septikemi atau
eksanguasi.
·
Beberapa
hal yang dapat dilakukan di daerah infeksi ini adalah debridement, transposisi
flap otot, membasahi daerah infeksi dengan larutan antiseptik secara
teratur ratur dan terus menerus serta pemberian antibiotika yang adekuat.
-
Stenosis
Penyebab terjadinya
stenose (penyempitan):
a)
Kesalahan teknik operasi, misalnya jahitan jelujur yang ditarik terlampau ketat
atau pada koreksi dengan jahitan lateral, tapi bahan dinding pembuluh darah
tidak cukup. Dapat juga terjadi karena tertinggalnya sisa pembuluh darah yang
rusak. Bila lesi arteri tidak diperbaiki dengan sempurna dapat terjadi iskemia
relatif pada otot yang akhirnya mengakibatkan suatu klaudikasio intermiten.
b)
Hiperplasia lapisan intima terjadi dijahitan anastomosis setelah beberapa
minggu atau bulan. Inn dapat dikoreksi dengan graft interposisi vena autogen.
-
Fisula arteri-vena
Fistula arteri vena dapat disebabkan
oleh trauma atau berupa suatu kelainan bawaan. Biasanya fistula arteri vena
traumatik disebabkan oleh cedera luka tembus yang mengenai arteri dan vena yang
berdekatan sehingga darah dapat langsung mengalir arteri ke vena. Biarpun
jarang, namun kelainan ini dapat pula terbentuk pada tindakan operasi yang
kurang cermat didaerah yang kaya pembuluh darah.
Akibat dari fistula arteri vena ini
maka darah dari arteri yang melalui pintasan vena selanjutnya diteruskan ke
jantung, hal ini akan menyebabkan menurunnya resistensi pembuluh darah perifer,
tekanan diastole akan menurun dan denyut jantung akan bertambah cepat. Hal ini
jika berlangsung lama akan menyebabkan payah jantung karena curahnya yang
bertambah.
Diagnosis fistula arteri vena tidak
begitu sukar ditegakkan. Riwayat trauma tajam yang jelas disertai getaran dan
perabaan dan pada auskultasi terdengar bising seperti bunyi mesin, semuanya ini
menunjukkan adanya fistula antara pembuluh arteri dan vena. Tanda lain yang
mungkin timbul sebelah distal dari fistula adalah klaudikasio intermiten, edema
dan pelebaran vena yang berkelok-kelok dan disertai warna kulit yang agak
kebiruan.
Angiografi dapat dipakai untuk
menentukan lokasi pintasan yang akan dikoreksi. Koreksi disini adalah melakukan
jerat sementara pada arteri dan vena yang terlibat, sebelum fistulanya di
eksisi.
-
Aneurisma palsu
Penyebab dari aneurisma palsu ini
adalah luka tembus yang mengenai ketiga lapisan dinding pembuluh arteri secara
menyamping (tangential). Biasanya disebabkan karena jarum atau kateter.
Aneurisma traumatik dapat terbentuk
di daerah yang anatomis mengandung banyak jaringan ikat dan bersekat, yang
dapat mendapatkan tamponade terhadap hematoma. Kemudian dengan tumbuhnya
lapisan endotel baru yang berasal dari pinggir luka lesi vaskuler, maka
terbentuklah rongga aneurisma palsu.
Ciri-cirinya adalah adanya benjolan
yang berdenyut merupakan tanda paling nyata dari aneurisma palsu. Ada riwayat
trauma tembus. Batas tidak begitu tegas karena benjolan ini terlatak dibawah
fascia yang kuat. Biasanya teraba getaran sistolik pada seluruh benjolan ini
yang kadang disangka abses atau neoplasma.
Koreksi dari aneurisma palsu ini
adalah dengan mengikat sementara arteri sebelah proksimal dan distal dari
aneurisma ini.
Perawatan pasca operasi
·
Perawatan
pasca operasi yang penting adalah pemantauan bagian distal dari ekstremitas
yang terluka. Pemantauan tersebut meliputi pemantauan temperatur kulit
hangat atau tidak, warnanya merah atau tidak dan juga memeriksa capilary refill
time. Dalam hal ini yang terpenting adalah pemantauan pulsasi bagian distal
ekstremitas. Pulsasi ini tidak langsung muncul sesaat setelah operasi
diakibatkan karena masih adanya reflek spasme dari pembuluh darah.
·
Selain
itu juga dipantau jahitan setelah operasi apakah timbul perdarahan yang
menyebabkan hematom atau tidak, apakah terjadi infeksi atau tidak.
·
Penggunaan
heparin tidak rutin digunakan, selain tidak memberikan keuntungan terhadap
perbaikan pascaoperasi, juga akan menyebabkan timbulnya komplikasi perdarahan.
·
Penggunaan
Low Molecular Weight Dextran memberikan hasil yang baik terhadap penyembuhan
reparasi pembuluh darah vena. Pemberian aspirin atau antiplatelet lain juga
diperlukan sesaat setelah operasi selesai.
alhamdulillah
fin 11 10 21 14 49