In our hospital, we feel that it is very important to confuse everybody with how codes are announced.
Some of them are medical terms (code STEMI, code neuro...)
Some of them are colors (code yellow (trauma), code green (rapid response team), code orange (pt out of control), code chartreuse (35% off sale starting in hospital gift shop), code brown (grab some wet wipes and gown up, we're going in!)...)
Some of them are numbers (code 4 (code blue in every other hospital in the known universe), code 5 (I don't even remember, but I think it's bad)...)
The result, of course, is that every time a code is called, everyone pauses and looks around at each other until someone gets the courage to admit that they have no clue what was just called. Inevitably someone who actually does know spills the beans and finally the other 10 people who didn't want to admit ignorance as to what code (insert obscure number here) means, start running.
Add to that the non-specifics of how codes are called overhead, and things get worse.
At 10:30 pm a code 4 (you know, Code Blue, but we don't want to call it that, because we might scare patients, so instead we give it a random number that means absolutely nothing and just confuses everyone and makes patients ask what is going on) is called overhead to room 413*, so off goes an ER Tech with the airway box and the pharmacist and the respiratory therapists and one of our docs. 5 minutes later a code is called for "4th floor". Is it the same code or are there two patients going down? No way to know, so off goes the other ER doc and another tech and another airway box (leaving none in the ER, which brings up issues of supplies, but that's a story for another day).
Yup. Same patient. So we were left pretty crippled on an evening when we had 15 patients in the waiting room and an ER full of yellow charts. Lovin' it.
This is the third medical system that I have worked in in the past 3 years, and they all have widely varying systems for calling codes. Can we please come up with a national standard for calling codes? Please?
* room numbers changed to protect the innocent.
UPDATE:
The first healthcare system that I worked in had a creative solution to the problem of "scaring" patients with code calls. Instead of calling a code blue, they would call a Blue Team. Similar enough for all the staff to know what was going on, but just different enough that a patient who wasn't paying too much attention might let it slide. Might.
But what is more is that the codes actually seemed to make sense - at least to me. A Blue Team was a patient who wasn't breathing (blue=not breathing... good), a White Team was a patient out of control (white=white hot anger... good), a Red Team was a fire (yeah, you can figure that one out), an Orange Team was a chemical spill (a little stretch, but it still seems logical enough to me). The one code that wasn't a color was the "Code 95" which meant a patient or family member who was escalating toward a White Team, with the idea that we might be able to stop it before objects were flying through the air. I can live with one numbered code because is the only one and so everyone knows what it means.
I have heard of hospitals paging strange "doctors" overhead, as in Dr. Pyro or Dr. Firestone, so that patients don't realize what is happening. I hope I never work in one of those hospitals, because I would end up ignoring all the emergency calls, because I was born with the ignore-overhead-pages-to-doctors gene (A114-3GF7 for those of you keeping score). Also, what happens when the hospital employs a Dr. Firestone (a quick white pages search found 79 Firestone families in my region) or a Dr. Cairo or Dr. Milo or some other similar name? Good thought, bad idea.
sumber : 20 out of 10 an emergency room blog :
welcome in !!
tidak ada salahnya beriseng-iseng upload hasil catatan kuliah ku yang sudah dicetak di HSC angkatan buat di upload di sini.. sebagai back up kalo ada apa2 sama dokumen ku & akan lebih bermanfaat buat temen2 lain yang butuh. dari pada cuma teronggok di dokumen saja lebih baik terekspos & bisa diakses orang kan? toh gak rugi diriku eheheeee.. viva medika !
Sabtu, 14 Januari 2012
Death Sertification
Catatan Kuliah HSC 2008
Death Sertification
dr. Martiana Suciningtyas, Sp.F
oleh : yuandani saputra
Mengapa perlu adanya surat kematian?
Manusia hidup di dunia ini selalu tercatat. Manusia lahir tercatat dalam bentuk akta kelahiran atau surat keterangan kelahiran. Jika suatu saat meninggal, manusia juga seharusnya tercatat dalam surat keterangan kematian. Banyak kegunaan mengapa surat keterangan kematian ini perlu untuk diterbitkan/dibuat yaitu diantaranya adalah :
· Untuk kepentingan pemakaman jenazah
· Kepentingan pengurusan asuransi
· Kepentingan pengurusan warisan
· Pengurusan pensiunan janda/duda
· Persyaratan menikah lagi
· Pengurusan hutang piutang
· Untuk tujuan hukum, pengembangan kasus kematian tidak wajar
· Kepentingan statistik
Dalam dunia kesehatan, pencatatan atau pembuatan surat kematian penting dilakukan sebagai salah satu cara pengumpulan data statistik penentuan tren penyakit dan tren penyebab kematian pada masyarakat. Hal ini perlu sebagai bagian dari system surveillance guna menentukan tindakan dan intervensi apa yang bisa dilakukan. Selain itu, data bisa juga dipakai sebagai upaya monitoring jalannya suatu program sekaligus sebagai bahan evaluasi program yang telah berjalan. Dalam hal penelitian, data inidapat menjadi sumber data untuk penelitian biomedis maupun sosiomedis.
Statistik kematian di Indonesia
Kondisi statistik kematian di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Banyak hal yang mempengaruhinya seperti :
· Sebagian besar kejadian kematian terjadi di rumah (>60%)
· Tidak ada catatan medis yang memadai
· Tidak ada laporan ke dinkes kabupaten, dinkes propinsi, dan pusat
· Laporan tidak terstandardisasi dengan baik (ICD 10)
· Laporan tidak memadai untuk tingkat nasional
Antisipasi Depkes -> Survei mortalitas secara berkala tahun 1981-2007
Surat keterangan kematian
Surat keterangan kematian adalah surat yang menerangkan bahwa seseorang telah meninggal dunia. Surat keterangan kematian ini berisi identitas, saat kematian, dan sebab kematian. Kewenangan penerbitan surat keterangan kematian ini adalah dokter yang telah diambil sumpahnya dan memenuhi syarat administratif untuk menjalankan praktik kedokteran.
Dasar hukum surat keterangan kematian
· Bab I pasal 7 KODEKI, “Setiap dokter hanya memberikan keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri kebenarannya”
· Bab II pasal 12 KODEKI, “Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien bahkan juga setelah pasien meninggal dunia”
· Pasal 267 KUHP: ancaman pidana untuk surat keterangan palsu
· Pasal 179 KUHAP: wajib memberikan keterangan ahli demi pengadilan, keterangan yang akan diberikan didahului dengan sumpah jabatan atau janji
Peran dokter
· Menentukan seseorang telah meninggal dunia (berhenti secara permanen: sirkulasi, respirasi dan neurologi)
· Melengkapi surat keterangan kematian bagian medis (menuliskan sebab kematian, jika diperlukan à otopsi)
· Jika jenazah tidak dikenal à membantu identifikasi
Instruksi pengisian surat keterangan kematian
Dalam melengkapi surat keterangan kematian, perlu dilakukan sesuai guideline :
· Menggunakan formulir ter-update yang diterbitkan pemerintah
· Isi semua item, ikuti petunjuk pengisian setiap item
· Buat surat dengan jelas dengan tinta hitam
· Jangan gunakan singkatan kecuali ada instruksi khusus pada pengisian item
· Konfirmasikan ejaan penulisan nama terutama nama yang homofon (beda ejaan penulisan tapi sama pengucapannya) seperti : Edi, Edy, Eddie dsb
· Dapatkan semua tanda tangan yang diperlukan. Tidak boleh menggunakan tanda tangan cap atau print
· Jangan mengubah formulir
· Jangan menduplikasi/membuat 2 surat keterangan kematian yang sama. Jika diperlukan, bisa dicopy yang selanjutnya di sahkan bahwa hasil copy tersebut sesuai dengan aslinya
Bagian medis surat keterangan kematian
Bagian medis surat keterangan kematian adalah bagian dalam surat keterangan kematian yang harus diisi oleh dokter. Dalam formulir surat keterangan USA, bagian medis ini adalah item nomor 24-50. Bagian ini diantaranya memuat:
· Tanggal dan waktu dikatakan meninggal
· Tanggal dan waktu kematian
· Apakah kasus dirujukkan ke pemeriksa medis atau koroner
· Bagian penyebab kematian meliputi penyebab, cara, penggunaan rokok, status kehamilan
· Item injuri untuk kasus karena injuri
· Tanda tangan dan nama terang dokter
Item medis surat keterangan kematian (form USA)
Item 24. Tanggal dikatakan meninggal oleh pemeirksa
Tuliskan tanggal, bulan (tidak boleh disingkat atau disimbolkan dengan angka), dan tahun (4 digit)
Item 25. Waktu dikatakan meninggal opeh pemeriksa
Tuliskan jam berapa dan menit keberapa dalam sistem 24 jam tanpa pemisah. Contoh : 0345 (berarti jam 3 lewat 45 menit), 2013 (jam 8 malam lebih 13 menit) dst
Item 26. Nama pemeriksa yang mengatakan mati
Item 27. SIP pemeriksa / nomor izin
Item 28. Tanggal pemeriksaan à petunjuk = item 24
Item 29. Tanggal meninggal sebenarnya/dianggap meninggal -> petunjuk = item 24
Item 30. Waktu meninggal sebenarnya/dianggap meninggal -> petunjuk = item 25
Item 31. Apakah pemeriksa medis atau koroner dihubungi? Pilih Ya atau Tidak
Item 32. Penyebab kematian.
Part 1 -> Masukkan data rantai kejadian penyakit, injuri, komplikasi yang secara langsung menyebabkan kematian. Dilarang memasukkan kondisi terminal seperti cardiac arrest, respiratory arrest atau vibrilasi ventrikel tanpa menuliskan etiologinya. Dilarang menuliskan singkatan. Hanya boleh memasukkan 1 penyebab pada 1 garis. Tambahkan garis tambahan (item e.) jika perlu.
a. Tuliskan final disease yang menyebabkan kematian
b. Tuliskan immediate cause yang menyebabkan kondisi pada baris a.
c. Tuliskan underlying cause yang menyebabkan kondisi pada baris b.
d. Tuliskan underlying cause yang menyebabkan kondisi pada baris c.
Jadi, nantinya dapat dibaca penyebab kematiannya adalah a. yang terjadi karena b. yang terjadi karena c. yang terjadi karena d.
Di sebelah kanan part 1 ini terdapat kolom interval perkiraan onset kematian dari setiap penyebab yang dituliskan.
Jika final diseasenya berupa neoplasma, tuliskan juga lokasi primernya, benign atau malignant, tipe sel, grade dan bagian/lobus organ yang terlibat. Contoh squamous cell carcinoma primer differensiasi baik, paru, lobus kiri atas
Part 2 -> tuliskan kondisi signifikan lain yang mendukung penyebab kematian tapi tidak menjadi underlying cause pada part 1.
Contoh penulisan :
Part 1. a. pulmonary embolism menit
b. congestive heart failure 4 hari
c. acute myocard infarction 7 hari
d. chronic ischaemic heart disease 8 tahun
Part 2. Diabetes mellitus, hipertension
Item 33. Apakah autopsy dilakukan? Pilih Ya atau Tidak
Item 34. Apakah temuan autopsy mendukung penyebab kematian? Pilih Ya atau Tidak
Item 35. Apakah konsumsi rokok mendukung penyebab kematian? Pilih Ya, Tidak, Mungkin atau tidak diketahui. Ini jawaban subjektif menurut pendapat dokter
Item 36. Jika perempuan, pilih tidak hamil setahun terakhir, hamil saat meninggal, tidak sedang hamil tapi hamil dalam 42 hari sebelum kematian, tidak sedang hamil tapi hamil dalam 43 hari sampai 1 tahun sebelum kematian, tidak diketahui apakah hamil dalam 1 tahun terakhir
Item 37. Cara meninggal. Pilih alami, kecelakaan, bunuh diri, pembunuhan, investigasi tertunda, tidak bisa ditentukan
Item 38. Tanggal injuri -> petunjuk = item 24
Item 39. Waktu injuri -> petunjuk = item 25
Item 40. Tempat injuri
Tuiskan nama tempatnya secara umum, bukan nama perusahaan atau nama spesifik. Contoh : restoran, lapangan sepak bola, pabrik dsb. Jangan menulis : Efka Chicken Resto dsb
Item 41. Injuri saat kerja? Pilih Ya atau Tidak
Item 42. Lokasi injuri. Tuliskan provinsi, kota, jalan, nomor, kode pos
Item 43. Deskripsi bagaimana injuri terjadi
Tuliskan dalam bentuk narasi yang singkat dan jelas bagaimana injuri terjadi. Contoh : penumpang mobil dalam tabrakan mobil dengan truk, jatuh dari tangga saat mengecat tembok rumah, dsb. Tuliskan tipe senapan dan tipe kendaraan jika sesuai.
Item 44. Jika injuri lalu lintas, apakah operator, penumpang, pejalan kaki, atau lainnya
Item 45. Sertifier / pembuat keterangan. Tuliskan nama & tanda tangan
Item 46. Nama, alamat, kode pos pembuat sertifikat / surat keterangan (SK)
Item 47. Gelar pembuat SK
Item 48. SIP / nomor izin
Item 49. Tanggal pembuatan SK à petunjuk = item 24
Item 50. Tanggal pengisian form à petunjuk = item 24
Dari sekian item yang perlu diisikan oleh dokter, yang perlu perhatian khusus pengisiannya adalah item 32 yaitu penyebab kematian. Berikut cuplikan form item 32-37.
Bentuk surat keterangan kematian RSUP Dr. Sardjito
Pelaporan Kematian (Catatan Sipil)
Pelayanan pelaporan kematian dilayani di kantor kelurahan tempat tinggal pada hari dan jam kerja tanpa dipungut biaya. Data penduduk yang dilaporkan kematiannya akan dihapuskan dari Kartu Keluarga dan Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang pernah dimiliki dan segera dinon-aktifkan secara sistem agar tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Sebagai hasil pelaporan kematian, diterbitkan Kartu Keluarga baru dan Akta Kematian dari catatan sipil.
Syarat-syarat yang perlu dibawa adalah :
· Surat Pengantar RT/RW
· Surat Keterangan Kematian dari Rumah Sakit (Visum) oleh dokter
· Fotocopy Kartu Keluarga / Kartu Tanda Penduduk yang dilegalisir Lurah
· Surat Keterangan Tamu/KIPEM bagi yang bukan Penduduk Propinsi DKI Jakarta
· Surat Keterangan Pendaftaran Penduduk Tetap (SKPPT) bagi Penduduk WNA
· Surat Keterangan Pendaftaran Penduduk Sementara (SKPPS) bagi Orang Asing Penduduk Sementara
Referensi
Nurhantari Y. 2010. Slide Kuliah “Surat Keterangan Kematian”. Yogyakarta : FK UGM
Suciningtyas M. 2011. Slide Kuliah “Death Sertification”. Yogyakarta : FK UGM
CDC. 2003. Physician’s Handbook on Medical Sertification of Death. Maryland : Department of Health and Human Resources, National Center for Health Statictics
Disdukcapil DKI Jakarta. 2008. “Pelaporan Kematian” dalam http://www.kependudukan capil.go.id/index.php/produk-a-layanan/29. Jakarta : Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Provinsi DKI Jakarta
*11des2011 11:21am
Label:
blok 4.2,
cakul,
catatan medis,
forensik,
hsc,
surat kematian
Rapid Response Team
Catatan Kuliah HSC 2008
Rapid Response Team
dr. Hendro Wartatmo, Sp.BD
oleh : yuandani saputra
Rapid response team
Rapid response team dikenal dengan berbagai nama, diantaranya adalah :
· Tim penilai / assessment -> tim yang hanya melakukan penilaian cepat untuk mengetahui kondisi lapangan untuk menentukan tindakan apa yang akan dilakukan, barang kebutuhan apa yang diperlukan dsb.
· Tim lanjutan (advanced team) -> tim berikutnya yang dikirimkan dengan membawa perbekalan memadai untuk melakukan tindakan yang diperlukan sesuai hasil kerja tim assessment
· Tim recovery -> bertanggung jawab untuk pemulihan & pengembalian fungsi vital dan sosial masyarakat
· Tim bantuan medis bencana /DIMAT ( Disaster Medical Assistance Team )
· Tim reaksi bantuan bencana /DART ( Disaster Assistance Response Team )
Dari berbagai nama yang ada tersebut, nama yang paling tepat menggambarkan tim reaksi cepat medis (medical rapid response team) adalah DIMAT. Tim reaksi cepat medis bekerja untuk :
· Memberikan dukungan medis untuk korban bencana segera setelah sebuah kejadian.
· Melakukan penilaian kesehatan cepat / rapid health assessment untuk membangun langkah-langkah selanjutnya dari sebuah operasi.
Fungsi tim reaksi cepat pada prinsipnya adalah memberikan dukungan tapi tidak menggantikan sistem lokal yang telah ada. Kalaupun system yang ada kolaps, tim hanya bisa mengambil alih fungsi system tersebut saja agar tugas system tersebut tetap berjalan sementara kewenangan tetap dipegang sistem lokal.
Berdasarkan kemampuan tindakan yang dapat dilakukan, tim reaksi cepat dapat dibagi menjadi :
· A-Team/Complicated Accident Team -> tim yang dikirimkan untuk menangani kasus kecelakaan sulit seperti kecelakaan masal dsb
· Disaster Team -> tim penanganan bencana berskala nasional atau dibawahnya
· Special Team -> tim yang dikirim untuk menangani kasus bencana khusus seperti kebakaran, zat kimia, hipotermia, nuklir dsb.
· International Team -> tim penanggulangan bencana tingkat internasional
Masalah-masalah yang sering timbul dalam kinerja medical rapid response team adalah :
· Authority -> masalah komando, wewenang, dsb. Masalah ini dapat teratasi jika telah ada system komando yang baik, jelas dan tegas. System komando yang dimaksudkan adalah incident command system (ICS) yang terstandardisasi.
· Funding -> masalah pembiayaan dan pendanaan selalu menjadi masalah utama sebab aksi kemanusiaan harus bersifat netral tanpa baying-bayang sponsor. Dana biasanya didapatkan dari dana anggaran bencana RS amupun pemerintah, pinjaman, sumbangan-sumbangan dsb.
· Personel’s Recruitment -> saat terjadinya bencana, banyak orang meluap emosinya untuk bisa beraksi heroic. Masalah rekrutmen personel ini terjadi bukan karena kekurangan personel melainkan terlalu banyak personel yang mendaftar sehingga perlu penyeleksian dan pemilihan serta pengaturan shift kerja yang baik.
· Coordination -> koordinasi dilakukan melalui komunikasi efektif. Koordinasi ini diatur dan menjadi bagian dalam ICS sehingga jika telah ada standar operasional yang jelas, masalah koordinasi ini terselesaikan.
Komando tanggap darurat bencana
Tahapan pembentukan Komando Tanggap Darurat Bencana harus dilaksanakan secara keseluruhan menjadi satu rangkaian sistem komando yang terpadu. Dimulai dari informasi awal kejadian bencana yang dapat diperoleh melalui berbagai sumber antara lain pelaporan, media massa, instansi/lembaga terkait, masyarakat, internet, dan informasi lain yang dapat dipercaya. BNPB dan/atau BPBD melakukan klarifikasi kepada instansi/lembaga/masyarakat di lokasi bencana. Informasi yang diperoleh dengan menggunakan rumusan pertanyaan terkait bencana yang terjadi, terdiri dari:
· Apa : jenis bencana
· Bilamana/kapan : hari, tanggal, bulan, tahun, jam, waktu setempat
· Dimana : tempat/lokasi/daerah bencana spesifik
· Berapa : jumlah korban, kerusakan sarana dan prasarana
· Penyebab : penyebab terjadinya bencana
· Bagaimana : upaya yang telah dilakukan
Penugasan Tim Reaksi Cepat (TRC)
Dari informasi kejadian awal yang diperoleh, BNPB dan/atau BPBD menugaskan Tim Reaksi Cepat (TRC) tanggap darurat bencana, untuk melaksanakan tugas pengkajian secara cepat, tepat, dan dampak bencana, serta serta memberikan dukungan pendampingan dalam rangka penanganan darurat bencana. Hasil pelaksanaan tugas TRC tanggap darurat dan masukan dari berbagai instansi/lembaga terkait merupakan bahan pertimbangan bagi :
a. Kepala BPBD Kabupaten/Kota untuk mengusulkan kepada Bupati/Walikota dalam rangka menetapkan status/tingkat bencana skala kabupaten/kota.
b. Kepala BPBD Provinsi untuk mengusulkan kepada Gubernur dalam rangka menetapkan status/tingkat bencana skala provinsi.
c. Kepala BNPB untuk mengusulkan kepada Presiden RI dalam rangka menetapkan status/tingkat bencana skala nasional.
Tugas Pokok dan Fungsi Organisasi
Komando Tanggap Darurat Bencana memiliki tugas pokok untuk:
a. Merencanakan operasi penanganan tanggap darurat bencana.
b. Mengajukan permintaan kebutuhan bantuan.
c. Melaksanakan dan mengkoordinasikan pengerahan sumberdaya untuk penanganan tanggap darurat bencana secara cepat tepat, efisien dan efektif.
d. Melaksanakan pengumpulan informasi dengan menggunakan rumusan pertanyaan, sebagai dasar perencanaan Komando Tanggap Darurat Bencana tingkat kabupaten/kota/provinsi/nasional.
e. Menyebarluaskan informasi mengenai kejadian bencana dan pananganannya kepada media massa dan masyarakat luas
Fungsi Komando Tanggap Darurat Bencana adalah mengkoordinasikan, mengintegrasikan dan mensinkronisasikan seluruh unsur dalam organisasi komando tanggap darurat untuk penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan pengurusan pengungsi, penyelamatan serta pemulihan sarana dan prasarana dengan segera pada saat kejadian bencana.
Relawan
Relawan adalah seseorang yang melakukan tugas dengan spontan dan sukarela memasuki layanan militer/lainnya. Relawan seharusnya memiliki sifat-sifat berikut.
· Kesediaan/kemauan
- Dorongan sendiri
- Tidak ada pertimbangan financial
- Kewajiban moral
· Profesionalisme
- Medis/non-medis
- Memenuhi syarat
- Bersertifikat
· Motivasi yang baik
- Bebas dari kepentingan politik (tanpa membawa nama partai dsb)
- Bebas dari aspek komersial (tanpa sponsorship)
- Bebas dari kepentingan individu dan atau kelompok (tidak membawa nama LSM dsb)
· Kemampuan untuk bekerja sama dengan orang lain
- “menyelesaikan lebih secara bersama-sama daripada sendirian“ (Peter Safar)
- Beban kerja dari respon bencana terlalu besar untuk individu, kelompok, atau bahkan sebuah negara .
- Kolaborasi/ jaringan kerja mutlak diperlukan
Kebanyakan permasalahan dalam manajemen bencana berkaitan dengan koordinasi dan kontrol yang tidak memadai. Jika relawan gagal memenuhi kriteria, maka :
· Terjadi kegagalan dalam memenuhi kebutuhan korban
· Layanan yang diberikan dibawah standar
· Korupsi
· Kompetisi yang tidak jujur
Tindakan kemanusiaan yang ideal adalah tindakan yang berasaskan :
· Perikemanusiaan/humanity -> menghormati orang yang sengsara, menolong orang yang kesusahan
· Kenetralan/neutrality -> tidak membawa nama kelompok/golongan tertentu
· tidak memihak /Imparsiality -> tidak membeda-bedakan
· operasi yang independen/Independent operation -> tidak bergantung sponsor
Rumah sakit lapangan
Rumah sakit lapangan adalah tempat layanan kesehatan yang mobile, lengkap, dan mandiri yang mampu melaksanakan dan melayani dengan cepat kebutuhan medis emergensi untuk periode waktu tertentu.
Rumah sakit lapangan (RS lapangan) merupakan unit pelayanan yang diciptakan untuk membantu fungsi pelayanan kesehatan rujukan (rawat jalan, rawat inap, UGD, kamar operasi, laboratorium, dll) yang dilaksanakan dalam kondisi darurat. Dalam pengorganisasian, unit pelayanan tersebut terdiri dari bagian-bagian yang saling bekerja sama di dalam memberikan pelayanan medik dasar dan spesialistik baik untuk perorangan maupun kelompok korban bencana. Untuk dapat menjalankan fungsi secara baik tentunya diperlukan pengorganisasian yang dijabarkan ke dalam bentuk organisasi dengan tugas dan fungsi masing-masing bagian yang jelas. Selain itu, mekanisme koordinasi antar-bagian juga harus tergambar dengan jelas sehingga tidak menimbulkan kesan yang tumpang tindih di dalam operasionalisasinya. Selain itu lagi, mobilisasi tenaga yang bekerja pada setiap bagian juga diatur sedemikian rupa agar dapat menjalankan fungsinya dengan baik.
Kepala RS lapangan membawahi tiga orang koordinator yang memimpin masing-masing bagian berikut:
1. Bagian pelayanan medik dan keperawatan
2. Bagian pelayanan penunjang medik
3. Bagian pelayanan umum.
Penanggung jawab Kepala RS Lapangan ditunjuk oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota setempat. Kriteria untuk menjadi kepala RS lapangan, antara lain :
1. Minimal dokter umum
2. Mempunyai pengalaman dalam penanggulangan bencana
3. Sehat jasmani dan rohani.
Tugas Kepala RS lapangan, antara lain:
· Memimpin dan mengelola tim RS lapangan dan SDM setempat guna mencapai tujuan RS lapangan selama masa tugas.
· Mengkoordinasikan operasional RS lapangan secara internal dan eksternal (dengan institusi kesehatan setempat dan institusi lain).
· Memantau dan mengevaluasi operasionalisasi RS lapangan sesuai standar pelayanan medis secara rutin.
· Bertanggung jawab atas pengelolaan keuangan RS lapangan.
· Melaporkan seluruh kegiatan RS lapangan ke dinas kesehatan setempat dan PPK secara berkala (laporan harian, mingguan, bulanan, laporan akhir) yang mencakup data statistik kesehatan berdasarkan sistem pemantauan kesehatan.
· Merencanakan dan menyiapkan serah terima tanggung jawab kepada tim pengganti yang meliputi unsur-unsur teknis dan administratif.
Sebelum mendirikan RS lapangan perlu dikirimkan tim aju yang mempunyai pengalaman dan kemampuan dalam pengelolaan RS lapangan. Jumlah tim aju yang dikirim minimal 3 (tiga) orang terdiri dari tenaga teknis yang mempunyai pengalaman dalam membangun RS lapangan, tenaga medis dan sanitarian. Tim aju bertugas untuk melakukan penilaian mengenai lokasi pendirian tenda dan peralatannya. Penilaian oleh tim aju tersebut penting untuk memastikan bahwa RS lapangan yang akan didirikan memang didasarkan pada kebutuhan, berada di tempat yang aman, memiliki akses yang mudah dijangkau, dan sumber air dan listrik yang masih dimiliki paska terjadinya bencana. Oleh karena itu tim aju perlu melakukan koordinasi dengan sumber daya setempat dalam merencanakan pendirian dan operasional RS lapangan mutlak diperlukan. Sumber daya setempat harus diinformasikan mengenai kemungkinan didirikannya RS lapangan, alasan pendiriannya, lokasi, dan terbukanya akses rujukan bagi setiap korban selama masa operasional rumah sakit.
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam melakukan penilaian untuk pendirian RS lapangan di lokasi bencana, antara lain:
· Keamanan -> Lokasi pendirian RS lapangan harus berada di wilayah yang aman dari bencana susulan, misalnya, tidak berpotensi terkena gempa susulan atau banjir susulan. Jika bencana berkaitan dengan konflik maka lokasi RS lapangan harus berada di wilayah yang netral dan mendapat jaminan keamanan dari kedua pihak yang bertikai.
· Akses -> Dalam penetapan lokasi pendirian RS lapangan, kita harus memperhitungkan kemudahan akses bagi petugas dan pasien, juga untuk mobilisasi logistik.
· Infrastruktur -> Apakah terdapat bangunan yang masih layak dan aman dipergunakan sebagai bagian dari RS lapangan. Jika tidak, apakah ada lahan dengan permukaan datar dan keras yang dapat digunakan untuk pendirian RS lapangan. Apakah tersedia prasarana seperti sumber air bersih dan listrik yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan operasional RS lapangan. Selain itu, perlu pula dipertimbangkan ketersediaan bahan bakar untuk menghidupkan genset dan kebutuhan operasional lain.
· Sistem komunikasi -> Apakah tersedia system komunikasi di lokasi pendirian RS lapangan atau apakah diperlukan sistem komunikasi yang independen bagi RS lapangan. Faktor komunikasi memegang peranan penting baik untuk keperluan internal rumah sakit maupun untuk hubungan eksternal terkait dengan pelaporan, koordinasi dan mobilisasi tenaga dan logistik, dsb.
Semua penilaian tersebut dikoordinasikan dengan pihak-pihak terkait untuk mendapatkan hasil yang tepat sehingga mobilisasi RS lapangan dan sumber dayanya dapat berlangsung secara efektif dan efisien. Tahapan dalam pendirian RS lapangan, antara lain:
1. Menetapkan tata letak (site plan) RS lapangan berdasarkan prioritas.
2. Menyiapkan lokasi atau lahan untuk pendirian tenda serta sarana dan fasilitas pendukung yang akan digunakan.
3. Mempersiapkan sistem drainase untuk menghindari genangan air.
4. Membersihkan permukaan lokasi pendirian tenda dari benda tajam yang dapat merusak tenda, dan apabila permukaan tanah tidak datar harus diratakan dahulu.
5. Menyiapkan pembatas (pagar) sebagai pengaman dan menetapkan satu pintu masuk dan satu pintu keluar untuk membatasi keluar masuk orang yang tidak berkepentingan.
6. Mendirikan tenda berikut secara berurutan sesuai prioritas. Tenda gudang, Tenda UGD, Tenda bedah, Tenda perawatan, Tenda ICU, Tenda farmasi, Tenda personel, Tenda administrasi, Tenda laundry & sterilisasi, Tenda x ray, dan Tenda processing film. Selain itu, ada beberapa aturan umum yang diberlakukan untuk pendirian semua jenis tenda di atas, antara lain:
· Lokasi untuk tenda harus berada di lahan yang bebas dari genangan air.
· Tidak boleh membawa benda tajam ke dalam tenda karena dapat merusak tenda balon; tidak boleh merokok dalam tenda dan gudang.
· Tekanan udara pada tabung tenda balon (apabila jenis tenda adalah tenda balon) harus diperiksa minimal dua hari sekali, jika tekanan berkurang segera dipompa kembali.
· Jika ditemukan kebocoran pada tenda, segera lakukan penambalan.
· Tali tenda harus diikatkan secara kuat ke pasak yang ditanam ke tanah.
· Lakukan pembersihan secara rutin minimal sehari sekali (disapu dan dipel).
· Selain petugas tidak diperbolehkan membawa benda tajam ke dalam tenda karena dapat merusak tenda balon.
Penyediaan prasarana rumah sakit lapangan
Prasarana rumah sakit yang urgent penting adalah alat kesehatan, radio komunikasi, pembangkit daya listrik, prasarana penerangan, prasarana air bersih, prasarana pembuangan limbah, prasarana laundry dan sterilisasi, prasarana pelayanan gizi (dapur umum), dan prasarana toilet dan kamar mandi.
Contoh denah pengaturan lokasi pendirian RS Lapangan
Berdasarkan tujuannya, RS lapangan dapat dibedakan menjadi :
· RS lapangan layanan medis emergensi awal (hari 0-2)
Issue
|
Note
|
Waktu mulai operasi
|
<24 jam
|
Periode mandiri
|
Sepanjang waktu selama operasi
|
Tipe layanan
|
Tergantung penyedia layanan
|
Staf medis yang dibutuhkan
|
berpengalaman
|
Lama keberadaan
|
Tergantung kebutuhan
|
Lokasi optimal
|
Tergantung kebutuhan, logistic, akses, fasilitas kesehatan local yang ada
|
· RS lapangan layanan follow up untuk kasus trsuma, emergensi, layanan rutin dan emergensi rutin (hari 3-15)
Issue
|
Note
|
Waktu mulai merawat pasien
|
Dalam 5 hari
|
Waktu untuk mandiri
|
Selama operasi, penggunaan sumber daya local setelah 48 jam, gunakan fasilitas kesehatan yang telah ada
|
pendanaan
|
Dana sendiri, dana tidak harus dari negara korban, butuh kolaborasi
|
Tipe layanan
|
Tergantung kebutuhan local, kebanyakan emergensi rutin dan perawatan kasus kronis
|
Logistik medis dan obat
|
Harus terdaftar di Negara tempat pendirian RS
|
Staf medis yang diperlukan
|
Familiar dengan kasus local. tercakup asuransi
|
Layanan bergerak
|
Harus
|
Kebutuhan ahli kesehatan
|
Lebih baik tersedia
|
Lama keberadaan
|
Selama diperlukan
|
Koordinasi dengan dinas kesehatan setempat
|
Liaison officer, pekerja dari dinas korban, pembuatan laporan
|
· RS lapangan sebagai pengganti fasilitas kesehatan sementara karena kerusakan dan penundaan perbaikan tempat layanan sebelumnya (bulan ke-2 sampai 2 tahun)
Issue
|
Note
|
Penjagaan layanan kesehatan
|
Tugas sulit, butuh persiapan matang
|
Pendanaan
|
Sumbangan, dana negara
|
kebutuhan tempat dan akses
|
Tidak bisa improvisasi
|
Spesifikasi alat
|
Harus sesuai
|
Konsultan
|
Harus di diskusikan
|
“sebuah tindakan kemanusiaan harus dilakukan dengan strandard profesionalisme yang tinggi dalam sebuah kerja solidaritas dan persaudaraan” (dr. Hendro W)
REFERENSI
Wartatmo H. 2011. Slide kuliah “Rapid Response Team”. Yogyakarta : FK UGM
Wartatmo H. 2010. Slide kuliah “Rapid Response Team”. Yogyakarta : FK UGM
Wartatmo H. 2011. Slide Kuliah “Field Hospital”. Yogyakarta : FK UGM
BNPB. 2008. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 10 tahun 2008 tentang Komando Tanggap Darurat Bencana. Jakarta : BNPB
Pakaya RS, dkk. 2008. Pedoman Pengelolaan Rumah Sakit lapangan Untuk Bencana. Jakarta: Pusat Penanggulangan Krisis
*11des2011 02:50pm
Langganan:
Postingan (Atom)