welcome in !!


tidak ada salahnya beriseng-iseng upload hasil catatan kuliah ku yang sudah dicetak di HSC angkatan buat di upload di sini.. sebagai back up kalo ada apa2 sama dokumen ku & akan lebih bermanfaat buat temen2 lain yang butuh. dari pada cuma teronggok di dokumen saja lebih baik terekspos & bisa diakses orang kan? toh gak rugi diriku eheheeee.. viva medika !

Kamis, 24 November 2011

Quality Framework, Clinical Governance and Patient Safety

Catatan Kuliah HSC ‘08
Quality Framework, Clinical Governance and Patient Safety
Prof. dr. Adi Utarini, M.Sc., MPH., Ph.D
oleh : yuandani saputra

Definisi Kualitas
Kualitas memiliki banyak definisi seperti sesuai dengan standar, memenuhi harapan pelanggan, sesuai dan tepat guna, serta melibatkan struktur, proses dan outcome. Selama ini telah terjadi perubahan paradigm dalam pengertian kualitas medis dari pelayanan yang baik -> pelayanan klinis yang baik -> patient safety. Untuk dapat mewujudkan suatu kualitas medis, diperlukan kualitas manajeman, kualitas professional dan kualitas layanan yang baik.
Apa yang terjadi jika kualitas buruk?
Konsekuensi adanya kualitas medis yang buruk adalah munculnya ketidakpuasan pasien sehingga pasien nantinya enggan datang lagi, biaya melambung tinggi, lebih banyak harm bahkan sampai praktik-praktik illegal.
Bagaimana cara mengukur kualitas?
Berdasarkan kerangka kerja Donabedian, pengukuran kualitas dapat dilakukan berdasarkan indikator input, proses dan outcome. Namun biasanya yang paling mudah dan sering dilihat adalah outputnya.
Input, Process, Outcome
Input -> sumber daya apa yang dipakai?
Misalkan dalam konteks IGD, proporsi dokter yang telah menerima pelatihan ATLS menjadi indikator input. Keterampilan yang dimiliki dokter ini menjadi faktor masukan/input yang turut menentukan kualitas layanan. Selain itu, factor input lainnya adalah kebijakan/dukungan politik, sumber daya yang tersedia (tenaga, dana, fasilitas), dan program manajemen/stuktur.
Proses ->  bagaimana sumberdaya digunakan?
Masih dalam konteks IGD. Berapa lama waktu yang diperlukan dari pasien masuk sampai ditangani dokter menjadi indikator proses. Penilaian kualitas dalam hal proses juga meliputi bagaimana dokter melakukan tindakan, mengkomunikasikannya, membuat keputusan, berkolaborasi dengan profesi lain dalam tim kerja dsb.
Outcome -> bagaimana hasilnya?
Kembali ke konteks IGD. Yang menjadi indikator outcome adalah jumlah pasien yang dipulangkan/rawat jalan, masuk bangsal, atau meninggal. Outcome bisa berupa 5D (discomfort, dissatisfaction, disease, disability, death)
Bagaimana cara meningkatkan kualitas?


Dalam hal regulasi, peningkatan kualitas dilakukan dengan pengaturan lisensi, sertifikasi dan akreditasi.

lisensi
sertifikasi
akreditasi
Kompetensi
Target

Asal kesediaan
Konsekuensi
Minimum
Individual/institusi kesehatan
Perintah
severe
Optimum
Individual/layanan tertentu
Sukarela
mild
Optimum
Institusi/individu

Sukarela
severe

Quality framework & clinical governance sebenarnya merupakan bagian dari suatu sistem. Kalau dokter diminta meningkatkan mutu terbaik untuk pasien, akan lebih mudah upayanya jika didukung oleh sistem yang sesuai.
Apakah kualitas layanan medis diterima semua masyarakat?
Jika suatu pelayanan dokter di RS memuaskan, akankah kepuasan seperti itu diterima semua pasien? Ataukah sebenarnya hanya kebetulan saja? Jadi, meski ada kepuasan dalam suatu layanan medis, tetap akan muncul pertanyaan apakah memang mutu pelayanannya yang baik ataukah hanya faktor keberuntungan saja. Harapannya memang sistemnyalah yang benar-benar baik & bermutu.
Pasien Safety
Menurut penelitian di banyak RS di USA, ternyata perkembangan penerapan patient safety sangat slow progress setelah muncul & berkembang 10 tahun terakhir. Hal ini muncul mungkin karena naiknya awareness masyarakat untuk melaporkan kasus sehingga pelaporannya makin bagus. Pasien makin terbuka & berani untuk membarikan laporan. Selain itu, ternyata tidak semua dokter mau menerapkan patient safety ini sehingga terserah dokter mau atau tidak menerapkannya. Akibatnya jumlah kejadian penyimangan terhadap patient safety terus naik dari yang sebelumnya sedikit karena pelaporannya buruk. Data di Indonesia bagaimana? Nol sebab memang tidak ada data representatif. Sebenarnya ada penelitian di rumah sakit-rumah sakit tapi data ini tidak dapatdipakai sebagai data nasional karena kurang representatif sebab terlalu sedikit angka pelaporannya.
Ilmu yang dipetik dari pengalaman USA tersebut adalah kalau dorongan sistem dari luar itu tidak cukup kuat, maka perkembangan penerapan patient safety akan sangat lambat. Kuncinya ada pada usaha kolektif dokter dan rumah sakit.
Bagaimana sistem yang baik untuk membantu dokter melakukan perbaikan mutu?
v  Sistem punishment untuk setiap pelanggaran
v  Fasilitasi sarana prasarana pendukung proses layanan
v  Sistem reward (jika perlu) untuk apresiasi layanan yang baik
v  Clinical governance
v  Sistem manajemen kualitas
v  Regulasi 
Quality Framework
Untuk mengetahui bagaimana suatu kualitas didukung oleh sistem, bisa kita lihat berdasarkan quality framework/kerangka kerja mutunya. Quality framework ada di  sistem besar yang dibuat di tingkat negara atau provinsi. Secara definisi, quality framework adalah kerangka kerja yang menjadi dasar upaya-upaya perbaikan mutu baik di tingkat geografis (negara, provinsi, kabupaten), tingkat institusi, tingkat pelayanan, maupun tingkat organisasi profesi. Meski begitu, quality framework umumnya dibuat untuk tingkat negara atau provinsi.
Apa saja yang telah dituliskan di dalam quality framework sudah seharusnya menjadi komitmen semua stakeholder terkait dalam mendefinisikan, mengukur, meregulasi dan memsistemkan mutu.
Suatu kerangka kerja mengandung 2 hal penting yaitu:
v  Apa yg kita janjikan? Makin banyak janji (misal: kepuasan, safety, efisiensi, komunikasi baik), makin banyak pula sumber daya yang dibutuhkan. Apa saja yang dijanjikan sebaiknya berkaitan dengan dimensi mutu dan tetap harus memilih manakah hal-hal yang menjadi prioritas. Berikut ini adalah dimensi mutu.


·         Access
·         Effectiveness
·         Efficiency
·         Equity
·         Safety
·         Appropriateness
·         Continuity
·         Technical Competence
·         Convenience
·         Interpersonal relationship
·         Satisfaction
·         Customer participation
·         Acceptability
·         Timeliness


v  Bagaimana cara mencapainya? Upaya pancapaiannya ini berkaitan dengan bentuk dari framework itu sendiri seperti apa. Sebagai contoh framework yang dibuat WHO yang ditujukan untuk dipakai oleh semua institusi rumah sakit yang disebut PATH (Performance Assessment Tool for quality improvement in Hospital).

Apa yang menjadi prioritas?
1.      Clinical effectiveness -> pemilihan tindakan & terapi obat yang tepat.
2.      Efisiensi -> mengedepankan pemilihan obat generic, tindakan noninvasive dsb
3.      Staff ->staff yang terampil dan tanggung jawab tinggi
4.      Responsive governance -> cepat tanggap dalam setiap dinamika yang ada
Terdapat 2 hal yang crosscutting dalam framework WHO yaitu safety & patient centered. Hal ini dimaksudkan sebagai suatu elemen utama yang mengkolaborasikan elemen-elemen prioritas tadi.

Indonesia tidak punya framework yang eksplisit sehingga susah digambarkan bagaimana quality framework-nya. Indonesia telah memiliki SKN (Sistem Kesehatan Nasional) tapi tetap saja tidak ada kerangka yang eksplisit.
Untuk tingkat provinsi, berikut ini contoh quality framework negara bagian Victoria, Australia

Berikut ini quality framework negara bagian New South Wales, Australia

Clinical Governance
Clinical governance suatu kerangka kerja organisasi yang akuntabel untuk meningkatkan kualitas layanan dan menerapkan standar tinggi layanan dengan menciptakan lingkungan yang kondusif untuk melakukan layanan klinis. (NHS-UK Department of Health, 1998)
Clinical governance yang baik dinilai tanggung jawabnya/akuntabilitasnya berdasarkan kinerja klinis bukan kinerja yang lain karena ini adalah setting rumah sakit. Kalo dinilai dari kecepatan pasien mendapat layanan misalnya, info ini belum mencakup hal-hal klinis sehingga memaksa RS untuk akuntabel untuk mencapai high standar of health care.
Tujuan Clinical Governance
·         Untuk menjamin akses yang memadai dan high quality
·         The best care untuk semua pasien
·         Melindungi pasien dari risiko yang tidak diharapkan
Implementasi Clinical Governance
·         Standar kualitas nasional dalam layanan kesehatan: clinical guidelines berdasar EBM
·         Mekanisme layanan klinis dengan standar keamanan tinggi
·         Sistem efektif dalam monitoring implementasi (indikator klinis, sistem penilaian kinerja)
Empat Pilar Utama Clinical Governance
Clinical governance memiliki setidaknya 4 pilar utama, yaitu: fokus kepada pasien, manajemen kinerja dan evaluasi klinik, manajemen resiko dan pengelolaan & peningkatan profesionalitas (Western Australian Clinical Governance Guidelines, 2005)

Standar Clinical Governance
·         Standar 1. Akuntabilitas Pelayanan Klinik: Pertanyaan dalam standar ini diajukan untuk mengetahui sejauh tanggung jawab RS dari tingkat organisasi hingga individu dalam menerapkan konsep peningkatan mutu pelayanan klinik.
·         Standar 2. Kebijakan dan Strategi: Pertanyaan dalam standar ini diajukan untuk mengetahui sejauh mana konsep peningkatan mutu pelayanan klinik telah terintegrasi dalam proses RS.
·         Standar 3. Struktur Organisasi: Pertanyaan dalam standar ini diajukan untuk mengetahui sejauh mana konsep peningkatan mutu pelayanan klinik telah terintegrasi dalam struktur organisasi RS.
·         Standar 5. Komunikasi: Pertanyaan dalam standar ini diajukan untuk mengetahui sejauh mana konsep peningkatan mutu pelayanan klinik telah disosialisasikan kepada seluruh staf RS dan juga kepada stakeholders dan pasien/keluarga?.
·         Standar 6. Pengembangan dan Pelatihan: Pertanyaan dalam standar ini diajukan untuk mengetahui sejauh mana para staf, manajer dan klinisi disediakan informasi, referensi dan pelatihan untuk mendukung mereka menerapkan konsep peningkatan mutu pelayanan klinik.
·         Standar 7. Pengukuran Efektifitas: Pertanyaan dalam standar ini diajukan untuk mengetahui sejauh mana indikator kinerja kunci telah dikembangkan dan digunakan untuk setiap level organisasi RS untuk menilai dan menunjukan efektifitas dari penerapan konsep peningkatan mutu pelayanan klinik.
Indikator Kinerja
Organization performance merupakan proses yang dijalankan dan hasil yang didapat oleh organisasi dalam melakukan layanan kepada pelanggan (Fitzpatrick, 1994). Standar dan indikator tersebut meliputi :
·         Standar kinerja: tingkatan yang diharapkan dari suatu kinerja
·         Indikator kinerja : indikator untuk mengukur pencapaian tingkatan kinerja
·         Indikator dapat diperoleh dari kriteria struktur, proses dan outcome
Tujuan mengukur indikator kinerja adalah untuk mengetahui :
·         Keamanan
·         Tanda adanya masalah
·         Menilai apakah proses sesuai standar
·         Menilai keberhasilan
·         Agar tidak melanggar aturan
·         Mencari peluang perbaikan
·         Menilai apa dampak dari suatu intervensi
·         Untuk membandingkan (benchmarking)
Tiap-tiap indikator mempunyai tujuan untuk menganti intuisi menjadi fakta
Indikator Klinis
Indikator klinis adalah suatu pengukuran yang mengukur layanan klinis sebagai tanda potensial adanya masalah dan kemungkinan peningkatan jasa layanan klinis dengan membandingkan indikator-indikator klinis. Banyak indikator klinis yang telah diterbitkan seperti : AHRQ (Agency for Healthcare Research and Quality), WHO-PATH (Performance Assessment Tool for quality improvement in Hospital), ACHS (Australian Council on Healthcare Standards), Indikator Standar Pelayanan Minimal (SPM) Depkes Indonesia, dsb.
Macam Indikator Klinis
1.      Sentinnel event indikators
Suatu kejadian atau fenomena yang istimewa, biasanya merupakan kejadian yang tidak dikehendaki dan jarang terjadi, sehingga memicu penyelidikan lebih lanjut. Contoh: kematian ibu, bayi/anak terjatuh dari bed, infeksi nosokomial, operasi salah sisi
2.      Rate-based indikator: Proportion atau Rate
Berbeda dengan sentinel event, rate-based indikator menunjukkan proses atau outcome suatu kejadian yang sering terjadi. Contoh: prosentase pasien yang melahirkan dengan SC dari total persalinan, prosentase pasien rawat inap dengan dekubitus dari total pasien yang dirawat inap >5 hari, prosentase bayi lahir hidup dengan berat lahir <2500 gr dari seluruh kelahiran hidup, prosentase ibu bersalin yang kembali dirawat inap 14 hari setelah persalinan dari seluruh persalinan dsb.
Pemilihan Indikator Klinis
         Prioritas tinggi
         Sederhana
         Mulai dengan sedikit indikator
         Data tersedia
         Ditingkatkan secara bertahap
         Dampak terhadap pengguna dan pelayanan
         Mengukur berbagai dimensi mutu
Tingkatan Indikator Klinis
·         Tingkat RS -> infeksi nosokomial, dekubitus, penggunaan antibiotic, dehisensi, readmisi
·         Tingkat pelayanan -> SC dari total pelayanan, kelengkapan imunisasi pada bayi yang diperiksakan ke unit pediatric, breast-feeding at discharge
Tujuan Indikator Klinis
Indikator kinerja klinis -> ditetapkan, diukur, dianalisis -> memperbaiki kinerja klinis institusi pelayanan kesehatan
Patient Safety
Patient safety adalah disiplin kesehatan yang baru yang menekankan pelaporan, analisis, dan pencegahan kesalahan medis yang sering menyebabkan kejadian yang merugikan kesehatan. Menyadari bahwa dampak kesehatan kesalahan 1 dalam setiap 10 pasien di seluruh dunia, WHO menjadikan keselamatan pasien sebagai perhatian utama. Pengetahuan keselamatan pasien dihasilkan terus untuk menginformasikan upaya perbaikan seperti: menerapkan pelajaran yang didapat dari bisnis dan industri, mengadopsi teknologi inovatif, mendidik penyedia dan konsumen, meningkatkan sistem pelaporan kesalahan, dan mengembangkan insentif ekonomi baru.
Patient Safety Indicator (PSI)
PSI adalah sekumpulan pengukuran yang dapat digunakan dengan data pemulangan rawat inap rumah sakit untuk memberikan perspektif tentang keselamatan pasien. Secara khusus, PSI menyeleksi masalah yang pasien alami sebagai akibat dari paparan ke sistem kesehatan dan yang mungkin setuju untuk pencegahan dengan perubahan pada tingkat sistem atau penyedia. Ini disebut sebagai komplikasi atau efek samping. PSI didefinisikan pada dua tingkat: tingkat penyedia dan tingkat daerah.
indikator tingkat penyedia/provider menyediakan ukuran dari komplikasi yang dapat dicegah untuk pasien yang menerima perawatan awal dan komplikasi dari perawatan dalam rumah sakit yang sama. indikator tingkat penyedia mencakup hanya kasus-kasus dimana kode diagnosis sekunder berkomplikasi berpotensi dicegah.
indikator tingakt area menangkap semua kasus komplikasi yang berpotensi dicegah yang terjadi di daerah tertentu (misalnya, area layanan metropolitan atau daerah) selama rawat inap. Indikator tingkat area ditetapkan untuk memasukkan diagnosis utama, serta diagnosa sekunder, untuk komplikasi perawatan. Spesifikasi ini menambah kasus-kasus di mana risiko pasien komplikasi terjadi di rumah sakit terpisah.

“To improve, you must make changes but not all changes lead to improvement”

REFERENSI
Utarini, Adi. 2010. Slide kuliah “Quality, Clinical Governance and Clinical Outcomes”. Yogyakarta. FK UGM
Utarini, Adi. 2011. Slide kuliah “Quality Framework, Clinical Governance and Patients Safety”. Yogyakarta. FK UGM
Utarini, Adi. 2009. Slide kuliah “Managing Quaity of Care”. Yogyakarta. FK UGM
Utarini, Adi. 2008. Slide kuliah “Understanding Quality of Care”. Yogyakarta. FK UGM
Department of Health Government of Western Australia. 2005. Western Australian Clinical Governance Guideline, Information Series No. 1.2., 2nd Ed. East Perth. Australia
Department of Health and Human Services AHRQ. 2006. AHRQ Quality Indicator : Guide to Patient Safety Indicators, Ver 3.0. San Fransisco, California, USA


*15nov2011

    makan cepat bikin gemuk lho...



    Percayakah anda jika makan terlalu cepat menyebabkan kegemukan? Temuan penelitian di Selandia Baru mengatakan demikian. Dalam studi terbaru yang dipublikasikan dalam Journal of American Dietetic Association, para peneliti menemukan bahwa wanita berusia 40-50 yang makan cepat lebih cenderung menjadi gemuk daripada yang makan lambat.

    Bahkan, menurut penelitian di Jepang sebelumnya, makan cepat bisa menyebabkan dua kali lipat resiko kelebihan berat badan. Universitas Osaka memantau kebiasaan makan dari 3.000 orang. Mereka menemukan kesimpulan 84 persen laki-laki yang makan cepat, lebih mungkin untuk mengalami kegemukan.

    "Makan terlalu cepat membuat otak kita tidak menyadari bahwa perut sudah penuh,"kata profesor fisiologi metabolik di Universitas Nottingham, Ian McDonald.

    Pada saat yang sama, hormon ghrelin yang memberi sinyal ketika perut merasa lapar menurun. "Diperlukan waktu selama 20 menit setelah anda mulai makan, sampai pesan untuk berhenti sampai ke otak. Sederhananya, makan terlalu cepat, dan Anda cenderung memenuhi perut dengan makanan berlebih,” kata McDonald.

    Konsultan pencernaan di Klinik London dan Rumah Sakit St Mark di London, David Forecas mengatakan makan terlalu cepat juga meneyebabkan perut kembung. “Banyak udara yang tertelan sehingga perut menjadi tidak nyaman,”kata dia. Menurutnya, orang rata-rata membutuhkan waktu minimal 20 menit untuk makan.

    sumber : Republika

    Jumat, 11 November 2011

    LEGAL ASPECT IN MEDICINE


    Catatan Kuliah HSC ‘08
    Legal Aspect in Medicine
    dr. Beta Ahlam Gizela, Sp.F
    oleh : yuandani saputra



    LATAR BELAKANG
    Kedokteran adalah ilmu termulia dan hanya orang yang bisa menegakkan kehormatan dan profesi mereka yang diterima untuk menjadi seorang dokter (Hypocrates). Inti dari praktik kedokteran adalah hubungan antara pasien-dokter. Praktik kedokteran menggabungkan ilmu pengetahuan dan seni. Seni medis adalah bagaimana menerapkan kombinasi ilmu kedokteran dan intuisi dokter untuk menegakkan diagnosis yang benar.
    Pasien biasanya memerlukan bantuan setiap saat sehingga praktisi medis harus melakukan tugas siang dan malam dan cenderung menjadi pekerja sosial.
    Di masa lalu, praktisi medis seolah-olah tidak dikenai hukum tapi dikenai norma etika saja sebab 1 dokter berhadapan dengan 1 pasien saja. Tapi sekarang, sangat dibutuhkan adanya norma hukum sebab semakin banyak dokter dan semakin banyak pasien. Dengan begitu, semakin banyak kemungkinan terjadinya human error.

    ETIK - HUKUM
    Etika dan hukum mempunyai tujuan yang sama, yaitu untuk mengatur tertib dan tentramnya pergaulan hidup dalam masyarakat. Meski begitu, pengertian etika dan hukum berbeda.
    Etika adalah cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab
    Hukum adalah kumpulan peraturan-peraturan atau kaedah-kaedah dalam suatu kehidupan bersama: keseluruhan peraturan tentang tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan bersama, yang dapat dipaksakan dengan suatu sanksi (Sudikno Mertokusumo)
    Etika kedokteran merupakan analisis pilihan dalam kedokteran. Etika kedokteran mencangkup pilihan yang dibuat tidak hanya oleh dokter tetapi juga oleh tenaga medis lainnya. Etika kedokteran memiliki sejarah yang panjang, mulai dari sumpah Hipokrates sampai etika kedokteran modern. Etika kedokteran merupakan etika profesi yang tertua.
    Medicolegal merupakan suatu pendekatan hukum dalam praktik kedokteran yang dignakan sebagai sarana pembuktian medis untuk penegakan hukum.
    Medicoeticolegal merupakan kombinasi antara hukum dan etik sebab keduanya tidak bisa dipisahkan dalam praktik kedokteran.
    Pendekatan hukum dan etik dalam praktik kedokteran bermaksud untuk :
      Melindungi dokter dan pasien
      Menjunjung martabat profesi kedokteran
      Medical goals & patient safety
    Dengan begitu, dapat terhindar dari adverse event dan berujung pada terhindarnya dari sengketa medis.

    TENAGA KESEHATAN
      Dokter, dokter gigi, bidan, perawat, apoteker, tenaga penunjang lain (fisioterapis, dll)
      Tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.
      Tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi dan menghormati hak pasien.
      Tenaga kesehatan, untuk kepentingan pembuktian, wajib melakukan pemeriksaan kesehatan atas permintaan penegak hukum dengan biaya ditanggung oleh negara sesuai kompetensi dan kewenangannya.

    PRAKTIK KEDOKTERAN
    Yang seharusnya praktisi dokter lakukan adalah:
    1.      Membangun hubungan dengan pasien dengan baik
    2.      Mengumpulkan data kesehatan pasien secara lengkap dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan atau laboratorium bila perlu
    3.      Menganalisis data kesehatan pasien.
    4.      Merencanakan perawatan medis.
    5.      Merawat pasien.
    6.      Mengamati dan mengevaluasi perawatan medis yang telah dilakukan.
    Praktik kedokteran merupakan bagian utama dalam pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, hal ini seharusnya dilakukan oleh dokter dengan catatan etika dan moralitas yang baik. Untuk memberikan pelayanan yang terbaik, dokter harus memperbaiki kompetensi mereka terus menerus (dengan menghadiri kursus medis khusus atau melanjutkan studi mereka).
    Praktik medis yang dilakukan adalah berdasarkan kepercayaan dan kesepakatan yang saling menguntungkan antara pasien-dokter. Karena mempercayai keterampilan dan keseriusan dokter, pasien dan keluarga mereka akan menerima dengan senang apapun hasil pengobatan medis yang sudah dilakukan. Kesepakatan berarti bahwa penyembuhan dan penanganan pasien dilakukan oleh praktisi medis yang seharusnya didasarkan pada standar medis dan tanggung jawab profesionalisme.
    Hubungan dokter pasien dapat dikatakan sebagai suatu transaksi terapeutik. Hubungan ini berdasarkan covenant (akad) yang berakarkan trust (kepercayaan). Tujuannya sama yaitu dokter & pasien bekerja sama untuk melawan masalah kesehatan. Keselamatan pasien menjadi hukum tertinggi
    Seorang praktisi medis harus bertanggung jawab pada pasien, hukum yang berlaku, diri sendiri dan secara moral kepada Tuhan. Jika suatu ketika ada hal-hal di luar kompetensi mereka, dokter harus merujuk pasien kepada orang lain yang lebih kompeten.

    ASPEK HUKUM PRAKTIK MEDIS
    Saat ini kesadaran masyarakat akan adanya perlindungan hukum terhadap malpraktik menjadi lebih baik daripada di masa lalu. Oleh karena itu, siapapun yang terlibat dalam bisnis medis harus memahami aspek hukum praktik medis. Peraturan praktik kedokteran di Indonesia mengacu pada Undang-undang Praktik Kedokteran (UU nomer 29 tahun 2004).
    Praktik medis diatur dalam rangka:
    1.      Memberikan perlindungan hukum kepada pasien terhadap malpraktik.
    2.      Meningkatkan kualitas pelayanan medis.
    3.      Memastikan orang dan praktisi medis atas adanya kepastian hukum.
    Dua lembaga independen telah dibentuk untuk mempraktikkan Undang-Undang Praktik Kedokteran, yaitu
    1.      Konsil Kedokteran Indonesia (KKI)
    KKI dibentuk untuk:
    ·         Melindungi pasien terhadap malpraktik.
    ·         Mendorong dokter untuk meningkatkan pengetahuan dan meningkatkan kualitas layanan mereka.
    ·         Mengatur praktik medis.
    ·         Memandu praktisi medis dalam menjaga profesionalisme mereka.
    ·         Mengeluarkan sertifikat dari registri medis untuk dokter.
    2.      Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI)
    MKDKI dibentuk untuk:
    ·         Menegakkan disiplin dokter dalam praktik medis mereka.
    ·         Memberikan peringatan dokter yang telah melakukan sebuah malapraktik.

    REGISTRASI MEDIS
    Seorang praktisi medis terdaftar adalah seseorang yang terdaftar di Dewan Kedokteran. Sebelum melakukan praktik medis, dokter harus memiliki sertifikat registri. Seorang dokter yang memegang sertifikat registri medis diperbolehkan untuk melakukan praktik kedokteran. Berikut diagram alir pendaftaran medis.

    Ijin praktik kedokteran mandiri
    Seorang dokter yang ingin melakukan praktik medis mandiri harus memiliki surat ijin praktik (SIP) kedokteran. Berikut diagram alirnya.

    Sebuah tempat di mana dokter melakukan praktik pribadi harus ditandai dengan memasang papan yang memperlihatkan:
    ·         Nama dokter
    ·         Sertifikat nomor registri (STR)
    ·         Surat ijin praktik (SIP)

    KUALITAS LAYANAN MEDIS
    Dalam rangka mempertahankan kualitas layanan medis, seorang praktisi medis harus  memperbaiki  kompetensi dan keterampilan (dengan menghadiri kursus medis khusus atau melanjutkan studi).
    Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mewajibkan setiap praktisi  medis  memiliki setidaknya 250 kredit poin (SKP = sistem kredit poin) dalam lima tahun jika mereka ingin memperpanjang ijin praktik mereka.

    KEWAJIBAN DAN HAK DOKTER
    Dokter harus mendahulukan kewajiban daripada haknya. Kewajiban dan hak dokter telah diatur di dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI), UU No. 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran, dan UU No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan.
    Kewajiban dokter
    Kewajiban dokter disusun dalam empat kelompok, yaitu: kewajiban umum, kewajiban dokter terhadap pasien, kewajiban dokter terhadap teman sejawat dan kewajiban dokter terhadap diri sendiri.
    ·         mempunyai Surat Tanda Registrasi (STR),
    ·         mempunyai Surat Ijin Praktek (SIP),
    ·         menghormati hak pasien,
    ·         memberikan penjelasan secara lengkap tentang kondisi pasien, tindakan medis dan terapi yang akan dijalani pasien serta biayanya,
    ·         meminta persetujuan pasien sebelum melakukan tindakan medis,
    ·         membuat dan memelihara rekam medis,
    Berdasarkan Pasal 51 UU No.29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran, kewajiban dokter meliputi :
    ·         memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar praktek operasional,
    ·         merujuk pasien ke dokter lain yang mempunyai keahlian/kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemerikasaan/pengobatan,
    ·         merahasiakan segala sesuatu yang diketahui tentang pasien, bahkan setelah pasien meninggal,
    ·         melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya,
    ·         menambah ilmu pengetahuan dan mengembangkan ilmu kedokteran.
    Hak dokter
    ·         menolak melakukan tindakan medis yang bertentangan dengan etika, hukum, agama, dan nurani,
    ·         mengakhiri hubungan dengan seorang pasien, jika menurut penilaiannya kerjasama dengan pasien sudah tidak ada gunanya lagi (pasien tidak kooperatif), kecuali dalam keadaan gawat darurat,
    ·         menolak pasien yang bukan bidang spesialisasinya, kecuali dalam keadaan darurat atau tidak ada dokter lain yang mampu menanganinya,
    ·         hak atas privacy, ketentraman bekerja,
    ·         mengeluarkan surat keterangan dokter,
    ·         menjadi anggota perhimpunan profesi.
    Berdasarkan Pasal 50 UU No29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran, hak dokter meliputi :
    ·         mendapat perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional,
    ·         memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar praktek operasional,
    ·         memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien/keluarga pasien,
    ·         menerima imbalan jasa,

    KEWAJIBAN DAN HAK PASIEN
    Kewajiban pasien
    (Pasal 53 UU No 29 Tahun 2004 tentang praktik kedokteran)
    ·         memberikan informasi yang benar dan jujur tentang masalah penyakitnya,
    ·         mematuhi nasihat dan petunjuk dokter,
    ·         mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan,
    ·         memberikan imbalan jasa atas pelayanan medis yang diterima
    Hak pasien
    Setiap manusia mempunyai hak-hak asasi yang tidak boleh dilanggar oleh pihak lain. Hak pasien berasal dari hak atas dirinya sendiri. Hak-hak dasar pasien terbagi atas:
    ·         hak menentukan keputusan sendiri (the right to self determinaton),
    ·         hak memperoleh pelayanan kesehatan (the right to health care),
    ·         hak untuk memperoleh informasi dan perlindungan (the right to information and protection of informacy),
    ·         hak untuk alternatif kedua (the right to second opinion)
    Hak pasien menurut Pasal 52 UU No 29 Tahun 2004 tentang praktik kedokteran
    ·         mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis yang akan dijalani,
    ·         meminta pendapat dari dokter lain,
    ·         mendapat pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis,
    ·         memberikan persetujuan tindakan medis,
    ·         menolak tindakan medis,
    ·         mendapatkan isi rekam medis,
    Hak pasien lainnya adalah :
    ·         hak untuk terjaga kerahasiaan identitas dan data kesehatan pribadinya,
    ·         hak untuk menuntut ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan oleh dokter

    ATURAN-ATURAN DARI UNDANG-UNDANG PRAKTIK KEDOKTERAN
    ·         Pasal 75 -> Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
    ·         Pasal 76 -> Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
    ·         Pasal 79 -> Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), setiap dokter atau dokter gigi yang :
    a. dengan sengaja tidak memasang papan nama
    b. dengan sengaja tidak membuat rekam medis
    c. dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban

    CATATAN DAN RAHASIA MEDIS
    Pembuktian medis untuk penegakan hukum didasarkan pada :
      Rekam medis -> catatan riwayat medis pasien
      Informed consent -> bukti kesediaan pasien menyetujui tindakan medis setelah mendapatkan penjelasan yang memadai
      Rahasia medis / medical confidentiality -> data medis pasien yang tidak boleh diberitahukan kepada pihak manapun
      Saksi ahli -> peran dokter untuk mejadi saksi untuk memberikan data kondisi medis berdasarkan temuan pemeriksaan di dalam suatu siding masalah hukum
     Rekam medis wajib dibuat oleh dokter dan dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran dan harus dilengkapi segera setelah pasien selesai menerima pelayanan secara akurat untuk menghindari lupa dan kesalahan pencatatan data pasien.
    Karena setiap pengobatan medis yang diberikan pada pasien  harus dicatat, maka praktisi medis harus membuat catatan medis. Catatan medis tersebut merupakan data milik pasien yang wajib disimpan kerahasiaannya oleh dokter maupun dokter gigi. Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan pasien, memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum, permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan ketentuan perundangundangan.

    KELALAIAN MEDIS
    Kelalaian medis adalah salah satu jenis malpraktik medis yang paling sering terjadi. Bukti-bukti dalam kelalaian medis harus terbukti, yaitu:
    1.      Seorang dokter mengabaikan untuk melakukan tanggung jawabnya.
    2.      Seorang dokter melakukan tugas dengan tidak benar.
    3.      Pelayanan medis membahayakan pasien.
    4.      Bahaya jelas disebabkan oleh perawatan medis.
    Untuk setiap kelalaian tindakan medis, pasien berhak untuk menuntut ganti rugi. Tuntuan ini secara hukum termasuk dalam hukum perdata (bukan pidana sehingga tidak didasarkan pada KUHP).
    Jika kelalaian medis tersebut masih berupa dugaan kelalaian, maka harus diselesaikan terlebih dahulu melalui mediasi sebelum diajukan ke pihak berwenang. Dalam kedokteran terdapat Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia yang dapat memberikan sanksi disiplin jika ada pelanggaran disiplin. Tapi kasus kelalaian medis juga dapat diajukan ke polisi dan pengadilan untuk diberikan sanksi hukum jika terbukti ada pelanggran hukum.
    Pasal 58 UU no 36 tahun 2009 tentang kesehatan
    (1) Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya.
    (2) Tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan seseorang dalam keadaan darurat.

    REFERENSI
    Gizela, BA. 2011. Slide kuliah “Legal Aspect of Medicine”. Yogyakarta. FK UGM
    Gizela, BA. 2010. Slide kuliah “Legal Aspect of Medical Practice”. Yogyakarta. FK UGM
    UU Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
    UU Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran

    *6nov2011 07:20pm